Banda Aceh (Waspada Aceh) – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Iskandar Usman Al-Farlaky mengatakan Rancangan Qanun Aceh tentang penyiaran Aceh belum final.
Hal itu disampaikan Iskandar dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung Utama DPRA, Kamis (9/11/2023). Rapat tersebut dihadiri KPI Aceh, Biro Hukum Setda Aceh, Lembaga Penyiaran di Aceh, pimpinan perusahaan penyiaran di Aceh.
Dalam RDPU tersebut, Politisi Partai Aceh ini menyayangkan sikap lembaga penyiaran di Aceh yang mogok siaran mulai Kamis (9/11/2023).
Menurutnya, pihak lembaga penyiaran di Aceh tidak mendapatkan informasi yang utuh atau sekadar mendapat informasi sepenggal tentang Rancangan Qanun (Raqan) Penyiaran Aceh sehingga dianggap memberatkan dan merugikan pihak perusahaan penyiaran di Aceh.
Dia menegaskan, bahwa draf Qanun ini masih bersifat Rancangan Qanun dan belum disahkan. Jadi DPRA mencatat dan menampung segala masukan yang disampaikan peserta RDPU untuk dilakukan akselerasi kembali dalam rangka penyempurnaan Qanun yang dibahas oleh tim pembahas Pemerintah Aceh dan KPI Aceh.
“Karena ini masih pada tahap pertama, nanti setelah penyempurnaan Qanun kita baru melakukan vasilitasi ke Kemendagri untuk dikeluarkan nomor register yang kemudian ditetapkan sebagai Qanun Aceh,” jelasnya.
Kepada peserta, baik dari lembaga penyiaran, radio den televisi serta Kominfo, masih diberikan peluang untuk menyampaikan pendapat secara tertulis melalui email Komisi I DPR Aceh.
Semua yang disampaikan oleh peserta RDPU, tegas Iskandar akan menjadi catatan serius untuk diperhatikan oleh tim pembahas. Nantinya akan dibahas secara lebih detail, terkait pasal mana saja yang menjadi catatan.
Pada prinsipnya, tambah Iskandar, dalam membuat Qanun ini bukan untuk menyulitkan atau mematikan lembaga penyiaran di Aceh seperti radio dan televisi. Tetapi, agar industri penyiaran ini bisa hidup dengan memperhatikan kebudayaan, kekhususan dan kearifan lokal di Aceh. Karena, menurutnya ini sangat penting sekali bagi generasi muda mendatang.
Mengenai ada kritikan menyangkut dengan presentase konten lokal Aceh kemudian siaran lokal Aceh yang wajib 30 persen juga akan menjadi pertimbangan bagi DPRA sebelum Qanun ini final.
“Kalau Qanun ini belum bersifat final kemudian diambil kesimpulan itu yang saya rasa kurang tepat. Karena ini masih bisa didiskusikan,” jelasnya.
Iskandar meyakini, akan menyelesaikan Rancangan Qanun ini di tahun 2023, artinya di November ini ditargetkan sudah bisa masuk nomor register ke Pemerintah Aceh, dan kemudian dilaporkan ke Mendagri. (*)