Banda Aceh (Waspada Aceh) – Harapan besar disematkan kepada anggota DPR Aceh yang baru dilantik untuk benar-benar mengemban amanah rakyat dan menjauhkan diri dari praktik politik transaksional.
Hal itu terungkap dalam diskusi Komunitas Sadar dan Taat Hukum (Kostum) bertajuk “Pasca Pelantikan: Legislatif Urus Rakyat atau Proyek?” yang digelar di Banda Aceh, Senin (7/10/2024).
Berbagai kalangan menyoroti tantangan yang dihadapi anggota dewan dalam membangun demokrasi yang lebih sehat dan berorientasi pada kepentingan publik.
Fajran Zain, politisi Partai Aceh, menekankan demokrasi di Indonesia, termasuk di Aceh, masih menghadapi tantangan serius.
“Politik uang, dinasti politik, dan lemahnya proses kaderisasi partai membuat kita sulit mencapai demokrasi yang matang. Hanya sedikit politisi yang benar-benar berjuang untuk rakyat,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa sekitar 75 persen politisi di Aceh terafiliasi dengan dinasti politik atau terlibat dalam politik transaksional. “Hanya 25 persen politisi yang dapat dikatakan murni memperjuangkan kepentingan rakyat,” tambah Fajran.
Akademisi Universitas Syiah Kuala, Efendi Hasan, menyampaikan bahwa tingginya biaya politik menjadi salah satu alasan suburnya politik transaksional di Aceh.
“Biaya untuk menjadi pejabat publik, seperti gubernur atau anggota legislatif, sangat tinggi. Ini memaksa kandidat untuk mengandalkan modal finansial besar, bukan hanya dukungan sosial atau politik,” jelas Efendi.
Menurutnya, hal ini mengurangi kesempatan bagi politisi yang ingin bertarung dengan modal integritas dan niat tulus.
Salah satu isu yang muncul dalam diskusi adalah terkait proyek-proyek infrastruktur di Aceh. Isu ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pembangunan infrastruktur sering kali hanya menjadi lahan untuk mencari keuntungan bagi elite politik dan kontraktor, tanpa memperhatikan dampak nyata bagi masyarakat.
Anggota legislatif yang baru dilantik diminta harus menjadi wajah baru yang membawa harapan bagi rakyat Aceh.
“Masyarakat ingin melihat anggota dewan yang berkomitmen memperjuangkan aspirasi mereka, “jelasnya.
Mereka juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap kinerja legislatif, khususnya dalam hal legislasi.
Jumlah qanun (peraturan daerah) yang dihasilkan harus mencerminkan kepentingan rakyat, bukan sekadar formalitas.
“Pengawasan terhadap pelaksanaan qanun dan anggaran juga perlu diperkuat, agar manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” tambah Efendi Hasan.
Masalah Lingkungan Kerap Terlupakan
Setiap tahun, Aceh dihadapkan pada masalah lingkungan yang serius, seperti deforestasi dan pencemaran. Namun, kebijakan legislatif untuk melindungi lingkungan masih dinilai kurang tegas.
“Kita butuh kebijakan yang tidak hanya memperhitungkan keuntungan ekonomi, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan untuk generasi mendatang,” kata Khairil peserta dari Koalisi NGO HAM.
Anggota DPR Aceh yang baru dilantik diharapkan mampu menjadi representasi sejati dari rakyat Aceh, memperjuangkan janji-janji mereka selama kampanye.
Tugas utama mereka adalah membangun kepercayaan masyarakat melalui tindakan nyata, baik dalam hal legislasi, pengawasan, maupun pembangunan yang berkelanjutan. (*)