Pada tahun 2007 dan 2008, di masa kepemimpinan T Saiful Achmad, BPKS pernah medapatkan belanja APBN hampir mencapai Rp400 miliar.
Catatan: Zulkarnain Nyak Abbas
Sabang sebuah pulau dalam wilayah Indonesia. Kota ini berupa kepulauan di seberang utara pulau Sumatera, dengan Pulau Weh sebagai pulau yang terbesar. Kota Sabang merupakan zona ekonomi bebas dengan luas 122,1 km2 yang berada paling ujung barat Sumatera. Letak Sabang sangat strategis berada di pintu gerbang Selat Malaka yang dilayari kapal yang jumlahnya mencapai sekitar ratusan unit setiap harinya.
Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) dibentuk berdasarkan UU No.36 dan 37 Tahun 2000 di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati. Kemudian diperkuat kewenangannya melalui UUPA (Undang-undang Pemerintahan Aceh) No.11 Tahun 2006 dalam pasal 167 s/d 170 dan dalam pelaksanaan operasional dijalankan sesuai dengan PP No.83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah kepada Dewan Kawasan Sabang (DKS).
Kawasan Sabang sesuai UU No.37 merupakan kawasan di luar daerah pabean. Semua barang masuk maupun keluar ke dan dari kawasan Sabang termasuk barang yang diatur tata niaga bebas tanpa perlu ada izin dari kementerian, kecuali barang yang dilarang antara lain senjata api, bahan peledak, limbah beracun dan pornografi.
Di masa awal dibentuknya BPKS di bawah kepemimpinan Zubir Sahim, Sabang pernah mendapatkan quota impor mobil dan sepeda motor bekas dari Kementerian Perdagangan dengan bea masuk ke daerah pabean, sebesar 5 %. Saat itu geliat ekonomi di Sabang mulai ada. Barang-barang impor dalam skala kecil mulai masuk, seperti gula, makanan, soft drink, dll. Ini sebagai pemantik menggeliatnya roda perekonomian dengan adanya wisatawan domestik yang cukup ramai datang ke Sabang hanya untuk melihat dan membeli mobil-mobil impor dan barang barang lainnya dari Singapura.
Untuk menjalankan program dalam pengembangan kawasan Sabang, BPKS mendapatkan alokasi belanja dari APBN mulai tahun 2003 sampai sekarang. Pada tahun 2007 dan 2008, di masa kepemimpinan T Saiful Achmad, BPKS pernah medapatkan belanja APBN hampir mencapai Rp400 miliar.
Patut disayangkan, sejak di masa manajemen pengganti T Saiful Achmad, anggaran dari APBN untuk BPKS Sabang terus menurun. Hingga sampai tahun 2021 hanya mendapatkan dana dari APBN sebesar Rp97 miliar. Hal ini bisa terjadi karena manajemen tidak mampu menjalankan program yang direncanakan sesuai anggaran yang diberikan pemerintah pusat sehingga harus dilakukan punisment oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan.
BPKS pada tahun 2007 telah mempunyai master plan sebagai dasar dalam pengembangan kawasan yang meliputi empat sektor, yaitu sektor Perdagangan dan Industri, pelabuhan, perikanan dan parawisata yang action nantinya dituangkan dalam business plan.
Berdasarkan master plan dan bisnis plan, manajemen BPKS harus paham dan mengusai dalam pengembangan dan pengusahaan kawasan Sabang. Antara lain bagaimana mempromosikan kawasan Sabang untuk menarik investor melakukan investasi, sehingga dapat memacu percepatan pembangunan kawasan Sabang
Dalam perjalanannya selama 20 tahun, di manajemen BPKS telah terjadi pergantian pimpinan 7 kali, dan selama itu pula belum menampakkan kemajuan yang berarti. Tidak terjadi geliat ekonomi yang siqnifican, kalau boleh dikatakan hanya sektor pariwisata yang tampak geliatnya. Patut disayangkan di sektor pelabuhan yang secara insfrastruktur cukup memadai, tapi belum ada kapal yang melintas di Selat Malaka mau singgah ke pelabuhan teluk Sabang. Minimal membeli kebutuhan logistik dan mengisi air bagi kapal yang belum mampu mengolah air laut menjadi air tawar.
Untuk bisa mendatangkan kapal agar singgah ke pelabuhan Sabang, manajemen BPKS perlu menarik operator shipping line (perusahaan jasa pengiriman barang melalui laut) dunia untuk berkerjasama. Hal itu pernah dilakukan manajemen BPKS dengan Dublin Port yang tahapannya sudah pada draft aggrement kerjasama, tetapi tidak terjadi penandatanganan karena DKS ketika itu belum memberi izin.
BPKS sebagai Badan Layanan Umum dapat menarik jasa pelayanan di sektor Pelabuhan, Perdagangan, Industri, Perikanan dan Parawisata sebagai pendapatan sendiri untuk kebutuhan biaya operasinalnya. Dewan Kawasan Sabang (DKS) selaku penentu arah kebijakan perlu sekali melakukan evaluasi manajemen BPKS per triwulan sesuai laporan kinerja/proggres yang disampaikan manajemen BPKS.
Kita perlu bersama-sama mendorong agar BPKS Sabang bisa menjadi barometer pertumbuhan ekonomi wilayah barat, untuk itu manajemen perlu meminta dukungan dari stakeholder dalam membantu sesuai kewenangan masing-masing,
Manajemen BPKS dalam membuat program strategis perlu meminta dukungan dari lembaga pendidikan tinggi, dalam hal ini USK (Universitas Syiah Kuala), untuk pemikiran-pemikirannya yang bisa memajukan kawasan Sabang. Di samping itu juga dengan para pengusaha yang berminat melakukan usaha di kawasan Sabang, perlu diberi insentif sehingga dapat menarik pengusaha kelas kakap (konglomerat) untuk melakukan investasi di Sabang
Dalam percepatan pengembangan kawasan Sabang persoalan anggaran yang saat ini semakin menurun angkanya, perlu ditingkatkan lagi dengan membuat program strategis sesuai empat skala perioritas. Untuk itu perlu meyakinkan pemerintah pusat dan lobi politik dalam mendukung pembangunan percepatan kawasan Sabang. Semoga (**)