Jakarta – Kepala Badan Sertifikasi Nasional Profesi (BNSP), Kunjung Maseta, membantah berita di beberapa media siber yang menyebutkan bahwa BNSP akan melarang Dewan Pers melaksanakan UKW.
“Komisioner BNSP tidak membuat statement demikian. Kami di BNSP, kalau ada pengajuan pendirian LSP [Lembaga Sertifikasi Profesi] di bidang pers harus ada rekomendasi dari Dewan Pers,” kata Kunjung Senin (19/4/2021).
Beberapa media siber sebelumnya menyiarkan berita seolah-olah Komisoner BNSP Henny Widyaningsih ketika menyampaikan arahannya kepada puluhan peserta pelatihan asesor, bahwa BNSP merupakan satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang melaksanaka sertifikasi kompetensi.
Henny mengaku memang memberikan paparan mengenai sertifikasi profesi pada acara yang diikuti puluhan peserta pelatihan asesor BNSP, berlangsung di Ruang Serba Guna LSP, Lantai 5 Kompleks Ketapang Indah Jakarta Pusat, 14-18 April 2021 lalu.
”Namun sama sekali tidak pernah mengatakan seperti yang ditulis sejumlah media.”
18.000 Sertifikat dan Kartu Kompetensi Wartawan
Dewan Pers yang sah berdiri berdasarkan ketentuan pasal 15 UU Pers no 40 tahun 1999, sejak tahun 2010 melaksanakan program sertifikasi wartawan.
Setelah merumuskan Standar Kompetensi Wartawan, hasil kesepakatan semua konstituen Dewan Pers, yaitu wakil organisasi wartawan, wakil perusahaan media, wakil organisasi perusahaan media dalam pelbagai platform
media.
Impelentasi sertifikasi itu dilaksanakan melalui proses uji kompensi wartawan yang dilaksanakan lembaga uji kompetensi wartawan yang ditunjuk Dewan Pers.
Sejak dilaksanakan selama lebih 10 tahun oleh 17 lembaga uji kompetensi wartawan, program itu sudah memberikan lebih 18.000 sertifikat dan kartu kompetensi kepada para wartawan.
Dewan Pers sejak dua tahun terakhir, telah mendiskusikan dengan BNSP ihwal program sertifikasi wartawan. Kedua lembaga bersepakat untuk menjalin kerjasama secara fungsional dan profesional untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan Indonesia secara berkelanjutan.
Seperti tujuan sertifikasi, wartawan memiliki posisi strategis dalam industri media, tidak sekadar buruh, pekerja, yang sekadar komponen pelengkap. Ruang redaksi harus diiisi oleh orang yang memiliki kompetensi sesuai tingkatannya.
“Media berperan dalam membangun dan membentuk opini publik – bahkan menggunakan frekuensi publik di media penyiaran –harus dikelola orang yang memiliki kompetensi,” kata Henry Ch Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers.
Hingga kini masih banyak laporan masyarakat terkait penyalahgunaan profesi wartawan. Tidak sedikit kepala desa, kepala sekolah, pejabat operasional di tingkat kabupaten/kota, yang didatangi dan diintimidasi hingga pemerasan, oleh orang yang mengaku sebagai wartawan. Mereka selalu datang dengan alasan untuk konfirmasi kasus penyelewengan dana, rencana pengadaan barang atau pengerjaan proyek.
Wartawan yang sudah mengikuti sertifikasi akan memiliki kartu kompetensi. Kartu kompetensi adalah bukti bahwa mereka yang memegang kartu tersebut dalam bekerja sudah memenuhi standar kompetensi wartawan, dan memegang teguh kode etik jurnalistik.
Kartu kompetensi juga bertujuan melindungi masyarakat, agar bisa membedakan wartawan yang bertujuan memberitakan, sehingga patut diterima dan diberi informasi. Wartawan yang hanya memeras dan mengintimidasi patut dilaporkan ke polisi. (Ris)