Selasa, September 17, 2024
BerandaAcehBimtek Desa Berbiaya Rp11 Miliar Dituding sebagai Pemborosan

Bimtek Desa Berbiaya Rp11 Miliar Dituding sebagai Pemborosan

Kutacane (Waspada Aceh) – Pengalokasian dana desa sebesar Rp11 miliar yang diperuntukkan bagi Bimtek pengulu dan perangkat desa di Kabupaten Aceh Tenggara, mendapat tantangan dan penolakan karena dinilai sebagai pemborosan.

Protes dan kritik tajam tersebut muncul menyusul besarnya sumbangan dana dari setiap kute (desa), yang bakal mengirimkan utusannya untuk mengikuti Bimtek yang diprakarsai Assosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Aceh Tenggara.

Langkah yang ditempuh dan diputuskan pengurus Apdesi tersebut, menurut beberapa aktivis dan komponen masyarakat, dengan kewajiban setiap kute (desa) harus menyumbang dan memberikan kontribusi dana sebesar Rp29 juta untuk beberapa item kegiatan tersebut, dinilai merupakan langkah mubazir dan kurang bermanfaat.

Amri Sinulingga, salah seorang tokoh pemuda di Kutacane mengatakan, dana sebesar Rp29.760.000 dari setiap desa tersebut, rencananya digunakan untuk mengikuti Bimtek peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan kute, perencanaan dan penatausahaan pengelolaan keuangan kute dan Bimtek tata kelola Badan Usaha Milik Kute.

Untuk peningkatan kapasitas aparatur, setiap kute harus berkontribusi sebesar Rp14.880.000 untuk perencanaan dan penatausahaan, Rp7.740.000 untuk kegiatan Tata Kelola Badan Usaha Milik Kute (BUMK) dan sebesar Rp7.440.000 per desanya. Bila dihitung total dana untuk tiga item kegiatan tersebut untuk seluruh desa di Kabupaten Aceh Tenggara mencapai Rp11 milar lebih.

Penganggaran dana sebesar Rp29 juta perdesa dan total untuk 385 kute melebihi Rp11 miliar tersebut, jumlahnya sangat fantastis dan merupakan langkah sia-sia dan sebut mubazir. Karena Bimtek berbiaya puluhan miliar rupiah yang akan dilaksanakan tersebut, ditengarai hanya sebagai akal-akalan untuk meraup keuntungan, sementara jika dilihat dari sisi manfaat, sangat minim.

Seharusnya Apdesi dan perangkat kute, lebih memfokuskan diri mengedepankan skala prioritas seperti peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan serta peningkatan pelayanan publik di tingkat kute.

“Juga membiayai pelaksanaan program dan kegiatan prioritas yang bersifat lintas bidang, bukan malah sebaliknya membesarkan anggaran yang bersifat seremonial semata,” ujar Amri Sinulingga.

Senada dengan pendapat Amri, Ketua Gakag, Arafik Beruh menambahkan, penganggaran dana Bimtek dan pelatihan bagi 385 kute yang nilai total dananya mencapai Rp11 miliar lebih, merupakan kebijakan yang sia-sia dan lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.

Buktinya, beberapa kali pengulu kute dan perangkat kute dibawa mengikuti Bimtek dan pelatihan, bahkan sampai ke Jawa Barat dan provinsi lain di Jawa, namun tak membawa kemajuan bagi kute yang ada di Aceh Tenggara.

Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Aceh Tenggara, Nawi Sekedang, kepada Waspada, Senin (17/6/2019) membenarkan pelaksanaan tiga item kegiatan tersebut.

Untuk tiga kegiatan tersebut setiap desa mengirimkan satu orang utusan mengikuti Bimtek yang dilaksanakan di Aceh Tenggara. Dana kontribusi setiap desa (kute) mencapai Rp29 juta dengan total nilai untuk 385 kute sebesar Rp11 miliar.

Terkait tudingan program Bimtek yang dinilai merupakan pemborosan dan kurang bermanfaat, Nawi Sekedang menyebutkan, Bimtek tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Untuk tahun ini, setelah Bimtek dilaksanakan, diharapkan perangkat desa mulai dari Sekdes, Bendahara Kute dan Operator Kute, mampu menyusun APBDes dan pertanggung jawaban pelaksanaan pemerintahan kute di Aceh Tenggara.

”Jadi tidak lagi harus menempah pada orang perorangan maupun lembaga serta pendamping desa maupun pendamping lokal desa. Sebab itu Bimtek kali ini kita harapkan mampu membuat desa semakin mandiri,” ujar Nawi Sekedang.(aditya)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER