Senin, April 29, 2024
Google search engine
BerandaSumutBila Kembangkan B100, Sawit Indonesia Tak Bergantung Ekspor

Bila Kembangkan B100, Sawit Indonesia Tak Bergantung Ekspor

Medan (Waspada Aceh) – Pemerintah telah mengembangkan Bakan Bakar Minyak (BBM) Biodisel 20 (B20) dan Biodisel 30 (B30), dan kini road-map B100 telah disiapkan, kata Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Hj.Herawati di Medan, Kamis (27/6/2019).

Biodiesel (B100) adalah bahan bakar nabati (BBN/biofuel) untuk aplikasi mesin/motor diesel berupa Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang dihasilkan dari bahan baku hayati dan biomassa lainnya yang diproses secara esterifikasi.

Usai menghadiri acara Dialog Publik Biodiesel 50 dan Deklarasi Forum Wartawan Perkebunan (Forwabun) Sumut di Aula PPKS di Medan, Herawati mengatakan, bila terlaksana, penggunaan bahan bakar nabati dari minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), akan menjadi potensi bagi Indonesia, dan bisa mengurangi ketergantungan ekspor sawit (CPO).

Apalagi berlakangan ini, telah terjadi diskriminasi produk sawit Indonesia, terutama di kawasan Uni Eropa.

“Saat ini produksi CPO Indonesia mencapai 40 juta ton. Bila B100 diterapkan maka kita butuh bahan baku CPO 50 juta ton. Artinya kita butuh 10 ton lagi, hal ini tentu bisa mengurangi ekspor dan kita pergunakan sendiri,” ujarnya.

“Jadi tidak peduli dengan protes-protes yang diberikan oleh Uni Eropa kepada produk CPO kita,” ujar Herawati, sembari mengatakan moratorium pengelolahan kelapa sawit harus dibuka kembali.

Kata Herawati, permasalahan dalam sawit, bukan lagi soal penghentian pembelian CPO oleh Uni Eropa, lebih dari itu, masalah yang segera harus diperbaiki adalah soal tata kelola, khususnya di Sumatera Utara.

“Jumlah lahan perkebunan sawit di Sumut ada 1,3 juta hektare, terbesar ke dua setelah Riau. Dari 1,3 juta hektare itu, mayoritas dimiliki oleh petani. Makanya tata kelola kelapa sawit petani harus diperbaiki, dan semua stakeholder harus berperan. Tidak bisa hanya pemerintah saja,” ujarnya.

Menurutnya, hingga saat ini, masalah yang ada di kalangan petani adalah soal legalitas dan adanya lahan petani masuk dalam tata ruang atau kawasan hutan.

“Pemerintah daerah, baik itu di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota serta seluruh stake holder dalam sawit ini harus bersinergi,” katanya.

Hingga kini, kata Herawati, Pemprov terus fokus dalam percepatan program peremajaan tanaman kelapa sawit perkebunan Sumut.

“Dari tahun 2017, kita sudah melaksanakan peremajaan 5000 hektare lahan perkebunan sawit di Sumut, dan terus berjalan,” katanya.

Herawati pada kesempatan itu mengingatkan kepada para petani, khususnya mahasiswa yang mengambil jurusan pengelolaan kelapa sawit yang hadir dalam dialog publik, agar tidak perlu khawatir. Dengan diterapkannya B100, maka masa depan kelapa sawit Indonesia akan tetap cerah.

“Fluktuasi harga di subsektor perkebunan dan pertanian itu biasa. Tidak perlu khawatir, bahkan bisnis benih sawit pun masih cerah,” katanya. (sulaiman achmad)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER