Sabtu, September 14, 2024
BerandaBelasan Korban Konflik Beri Kesaksian di KKR Aceh

Belasan Korban Konflik Beri Kesaksian di KKR Aceh

Lhokseumawe (Waspada Aceh) – Untuk kedua kalinya, Komisi Kebenaran dan Rekonsliasi (KKR) Aceh kembali secara resmi memperdengarkan kesaksian para korban konflik Aceh, Selasa (16/7/2019) pada Rapat Dengar Kesaksian di gedung DPRK Aceh Utara.

Mengambil tema, “Mengungkap Masa Lalu, Menata Masa Depan,” kesaksian kali ini disampaikan oleh korban atau keluarga korban pelanggaran HAM berat di Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe.

“Kedua daerah ini termasuk wilayah yang mengalami konflik yang berat di Aceh,” kata Ketua Komisioner KKRA, Afridal Darmi, dalam keterangan resminya, Senin.

Untuk tahap pertama, kasus pelanggaran HAM yang akan diperdengarkan kesaksiannya adalah yang terjadi pada periode 4 Desember 1976 – 15 Agustus 2005, yaitu pada masa Daerah Operasi Militer (DOM) digelar di Aceh.

Afridal mengatakan, RDK diselenggarakan pada 16 – 17 Juli 2019 secara lokalistik. Pada hari pertama akan diperdengarkan 7 kesaksian korban, sementara di hari kedua 9 kesaksian.

KKR mengklasifikasikan berbagai jenis kekerasan yang diterima oleh korban ke dalam tiga bentuk, yaitu pembunuhan di luar proses hukum (extra judicial killing), penghilangan paksa (enforced disappeareance) dan penyiksaan (torture).

Sementara pemilihan lokasi di Aceh Utara berdasarkan luas wilayah kejadian, banyaknya korban, kesanggupan dan dukungan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Sebelumnya, KKRA telah menuntaskan RDK pertama terhadap 14 korban pelanggaran HAM. Kegiatan saat itu digelar pada 27-28 November 2018 di Anjong Mon Mata – Banda Aceh.

“Adapun tindak lanjut hasil dari RDK 1 saat ini sudah kita buat direkomendasi untuk dilakukan reparasi terhadap 77 dalam tahap awal. Rapat Dengar Kesaksian ini menjadi alat untuk memperdengarkan kebenaran,” ujar Afridal Darmi, Ketua Komisioner KKR Aceh.

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh adalah lembaga negara non struktural yang dibentuk berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Aceh Nomor 17 tahun 2013 tentang KKR Aceh.

Lembaga ini dibentuk atas 3 (tiga) tujuan; Pertama, memperkuat perdamaian dengan mengungkap kebenaran terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.

Kedua, membantu tercapainya rekonsiliasi antara pelaku pelanggaran HAM baik individu maupun lembaga dengan korban. Ketiga, merekomendasikan reparasi menyeluruh bagi korban pelanggaran HAM, sesuai dengan standar universal yang berkaitan dengan hak-hak korban.

“RDK sendiri merupakan salah satu metode pengungkapan kebenaran yang legal dan diakui secara konstitusi. Ia menjadi ruang bagi korban untuk menyampaikan peristiwa yang telah dialami, dampak dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta pembelajaran penting bagi sebuah bangsa agar tidak mengalami kembali peristiwa kelam di masa depan,” imbuh Afridal.

Dia berharap, semua pihak dapat memberikan dukungan demi terselenggaranya kegiatan RDK tersebut.

“Jadikan momen ini sebagai sarana bagaimana kita mengambil hikmah positif dari peristiwa kelam di masa lampau sebagai cermin untuk menata kehidupan masa depan yang lebih baik,” tutupnya. (Fuadi)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER