” Maroko menjadi salah satu contoh, jika ingin maju dan sukses harus berjuang keras, bukan menerabas “
Oleh: Prof Haedar Nashir
Piala Dunia di Qatar menyisakan semifinal menarik. Argentina vs Kroasia serta Maroko vs Perancis. Kejutan terbesar Maroko masuk semifinal setelah menaklukkan juara Eropa Portugal yang diisi bintang besar Cristiano Ronaldo dengan skor 1-0 lewat gol Youssef El-Naesyri.
Sebelumnya, Achraf Hakim dan kawan-kawan sukses mengandaskan Spanyol, Juara Dunia tahun 2010, Â lewat adu penalti yang dramatis.
Pendukung Maroko tentu berharap kejutan selanjutnya, menaklukkan Perancis di semifinal, lalu ke final. Jika itu terjadi akan sangat menarik dan terbuka peluang jadi juara baik lawan Argentina maupun Kroasia. Namun tentu jalan tidak mudah karena yang dihadapi Mbappe dan kawan-kawan yang terbilang tangguh serta bermental juara dunia dua kali.
Keempat kesebelasan punya peluang sama untuk juara. Dua negara  memiliki tradisi juara, yakni Argentina dua kali juara (1978 dan 1986) sama dengan Perancis (1998 dan 2018). Semuanya tergantung banyak faktor, termasuk nasib.
Dunia sepakbola sering mengejutkan. Siapa sangka Jepang menumbangkan Jerman. Jerman yang empat kali juara (1954, 1074, 1990, 2014) pulang lebih awal. Brasil yang digadang-gadang calon juara kalah adu penalti melawan Kroasia. Padahal negara lima kali juara itu  (1958, 1962, 1970, 1994, 2002) dikenal gudang para pemain ternama seperti Pele, Romario, Ronaldo Nazario, Kaka, dan kini Neymar.
Brasil  kalah adu penalti oleh Modric dan kawan-kawan yang belum pernah juara. Kroasia memang sedang bangkit, empat tahun lalu jadi Runner-Up, setelah kalah 2-4 dari Perancis di final tahun 2018 di Piala Dunia Moskow Russia.
Maroko adalah satu-satunya wakil Afrika yang berhasil masuk semifinal. Namun negara Maghribi tersebut bukan tiba-tiba datang setelah ikut pertama kalinya tahun 1970. Tahun 1986 pada Piala Dunia di Meksiko, Maroko menembus 16 besar setelah kalah 1-0 dari Jerman. Tahun 1976 kesebelasan yang dijuluki Singa Atlas itu pernah juara Afrika. Ada perjuangan panjang Maroko membangun sistem sepakbola yang maju.
Maroko sukses tidak secara instan. Pola bermainnya menerapkan sepakbola modern. Bermain sebagai tim dengan satu dua sentuhan bola yang terus mengalir ke depan. Ketika bertahan jarak pemain tengah dan belakang cukup rapat, sehingga sulit ditembus lawan. Plus didukung pemain-pemain andal yang berpengalaman di Eropa.
Para pemain yang bermain di klub ternama Eropa ialah Hakim Ziyech (Chelsea), Achraf Hakimi yang lulusan Akademi Madrid (kini di PSG, sebelumnya di Madrid, Dortmund, dan Inter Milan), Youssef El-Naesyri (Sevilla), Noussair Mazraoui (Bayern Munchen). Penjaga gawang tangguhnya Yassine Bounou yang di punggungnya ditulis nama Bono mirip aseli Jawa, dia bermain di Sevilla.
Sepakbola modern cenderung pragmatis. Kata Carlo Ancelotti, pelatih legendaris dari Itali yang  kini untuk kedua kalinya menukangi Real Madrid, jika ingin menang tidak harus selalu bermain indah. Para pemain harus menjaga intensitas, keseimbangan bertahan dan menyerang, dan bekerja sebagai tim.
Pemain sehebat apapun jangan lama-lama menguasai bola, harus cepat mengalirkan ke pamain lain, bila lebih dari lima sentuhan bola akan lepas.
Brasil gagal antara lain karena masih terpola sepakbola klasik. Meski pelatih Tite mulai agak pragmatis, tapi minim kreasi dan cenderung konservatif. Para pemain terlalu asik ngocek bola tanpa cepat mengalirkan ke yang lain. Brasil di Piala Dunia Qatar minim gelandang serang tangguh, kecuali Casemiro yang jago bertahan.
Berbeda dengan Kroasia, apalagi ada komandan hebat sekelas Luka Modric, yang pandai mengatur ritme dan aliran bola dengan atraktif. Gol balasan Kroasia ke gawang Brasil hasil dari kreasi pemain Madrid itu.
Dari Piala Dunia Qatar dan sepakbola kita sebagai bangsa dapat banyak belajar tentang bermain bola dan berbangsa. Bagaimana menggabungkan aktor dan sistem dengan pola permainan yang tepat.
Didukung mental para pemain yang haus kemenangan, menyatu, gigih, dinamis, dan terus bergerak meraih keberhasilan. Maroko menjadi salah satu contoh. Jika ingin maju dan sukses harus berjuang keras, bukan menerabas. Apalagi ribut melulu, kapan maju dan sukses? Sepakbola itu kehidupan! (*)
- Prof Haedar Nashir adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Disalin dari https://muhammadiyah.or.id/