“Pemerintah Aceh memberikan perhatian yang cukup besar terhadap peningkatan usaha kerajinan di Aceh dan mengarahkan masyarakat untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas”
— Kadisperindag Aceh, Mohd Tanwier —
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Mohd Tanwier, meminta para IKM Aceh untuk meningkatkan kreativitas dan terus berinovasi agar produknya memiliki daya saing di pasaran.
Mohd Tanwier mengatakan Industri Kecil Menengah (IKM) Aceh memiliki produk unggulan potensial karena produk Aceh mempunyai karakteristik khas etnik Aceh yang disukai oleh konsumen di Indonesia, bahkan manca negara.
Desain produk kerajinan Aceh, misalnya tas motif Aceh, dompet dan produk kerajinan lainnya, memiliki filosofi sendiri dengan keberadaan kearifan lokalnya.
Untuk itu, agar bisa bersaing di pasaran, kata Mohd Tanwier, para pengrajin di Aceh harus mampu mengikuti perkembangan. Misalnya, kata dia, tampil lebih modern tapi tetap mempertahankan identitas keacehan yang menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam.

Kata Kepala Disperindag, Pemerintah Aceh memberikan perhatian yang cukup besar terhadap peningkatan usaha kerajinan di Aceh dan mengarahkan masyarakat untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas.
IKM Aceh Utara Bertahan dari Pandemi
Tahun 2022 merupakan tahun ketiga beradaptasi dengan pandemi COVID-19. Sejumlah Industri Kecil Menengah (IKM) secara umum di Aceh dan khususnya di Aceh Utara terus berupaya menggali potensi dan inovasi untuk bisa bertahan dalam mengarungi badai pandemi.
Meskipun pandemi COVID-19 memberikan ujian berat bagi para pelaku IKM, di antaranya akibat permintaan pasar menurun, dan cobaan lainnya yang dihadapi pelaku IKM, tapi mereka (pelaku IKM) tetap optimis. Kondisi seperti itu tidak menyurutkan semangat pelaku IKM, seperti industri kerajinan tas motif Aceh yang berada di Desa Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara,
Seperti yang terlihat di rumah produksi Putroena Souvenir, sejumlah pekerja terlihat sibuk menyelesaikan pesanan yang diorder di pasar nasional maupun internasional. Mereka terus berusaha untuk bertahan agar roda ekonomi tetap jalan dan produk kerajinan itu tidak punah.
Pemilik rumah produksi Putroena Souvenir, Maryana, saat diwawancarai secara khusus oleh jurnalis Waspadaaceh.com, pekan lalu, mengaku dia mulai melakoni kerajinan tas motif Aceh sejak tahun 2006. Hingga kini, sudah memiliki 50 pekerja atau karyawan yang hampir setiap hari memproduksi produk kerajinan di unit usaha miliknya.
“Sejak COVID-19 masuk Indonesia, termasuk Aceh, para pekerja sebagian kita minta untuk kerja di rumah. Meskipun pesanan tas motif Aceh sempat terkendala selama 6 bulan sejak corona, namun kita tetap produksi. Bahkan hingga saat ini, di bulan puasa pesanan terus meningkat. Dalam satu hari para pekerja dapat memproduksi berbagai jenis tas dan motif sebanyak 150 buah,” jelas Maryana.
Maryana menambahkan, saat membuka usahanya, dia hanya bermodal Rp500 ribu, dengan jumlah pekerja saat itu tiga orang. Namun seiring berjalan waktu, usaha miliknya terus berkembang dan omset saat ini sudah mencapai Rp30 juta hingga Rp50 juta per bulan. Dia terus berupaya mengembangkan desain produknya sesuai dengan selera pasar.
“Ada beberapa jenis kerajinan yang kita produksi. Mulai dari beragam jenis tas, dompet, koper, hingga sajadah. Sedangkan motif bermacam-macam, seperti motif pinto Aceh, awan meucanek, dan pucok reubong. Adapun harganya bervariasi mulai Rp30 ribu hingga ratusan ribu,” terangnya.

Pandemi Tidak Menghambat Usaha dan Bahan Baku
Maryana menambahkan, meskipun pandemi melanda dunia termasuk Aceh, produksi tetap dijaga kualitasnya untuk tidak mengecewakan pelanggan atau konsumen. Selain itu tidak menjadi kendala untuk memperoleh bahan baku dalam memproduksi tas.
“Selama pandemi, untuk penjualan kita manfaatkan media sosial. Baik luar daerah maupun luar negeri. Saya sudah melakukan pengurusan hak paten dengan nama ‘ANA BAGS’. Jika ada pesanan nantinya tetap kami tampung baik dengan order skala kecil maupun yang besar. Jika nanti ada bisa hubungi ke 0813 6011 2235,” sebutnya optimis.
Sementara itu Faisal, pemilik rumah produksi Nai Art Cop Tah mengaku, selama pandemi penjualan menurun drastis sekitar 60 persen. Namun dia dengan sejumlah pekerja di unit usahanya tetap semangat agar produk kerajinan itu bisa tetap terjual dan eksis.
“Selama dua tahun dari 2020 hingga 2021 permintaan berkurang, hanya konsumen dari Banda Aceh dan sekitarnya. Artinya permintaan hanya sekitar 30 persen, ini juga karena ekonomi masyarakat morat morit saat itu,” terangnya.
Gampong Ulee Madon Sentra Kerajinan Tas Aceh
Keuchik (Kepala Desa) Ulee Madon, Tgk Salahuddin AB, menyebutkan, warga Gampong Ulee Madon sudah memproduksi kerajinan tas Aceh sejak tahun 1980 dari anyaman tikar hingga tas Aceh bermacam motif.
“Di Gampong Ulee Madon ada 17 rumah produksi atau Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang memproduksi kerajinan motif khas Aceh. Setidaknya sudah mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan ekonomi masyarakat,” kata Tgk Salahuddin.

Menurut Tgk Salahuddin, pada saat pandemi, sejumlah pekerja wanita yang menjahit motif kebanyakan bekerja di rumah masing-masing. Ketika sudah tahap finishing, baru dilakukan di rumah produksi dan dilakukan pengrajin pria.
“Jadi kita harapkan kepada pemerintah untuk mengeluarkan peraturan di setiap kegiatan formal maupun informal, baik itu berupa seminar atau pertemuan lainnya, wajib menggunakan kerajinan khas Aceh dikarenakan Aceh dikenal wilayah kaya adat dan budaya,” harapnya.
Pemerintah Mendukung Perkembangan IKM/UMKM
Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Aceh Utara, Iskandar, mengatakan pihaknya sangat mendukung berkembangnya IKM dan UMKM di Aceh Utara. Bahkan selama ini pemerintah turut mempromosikan, baik kuliner, maupun suvenir jika ada event.
“Kami terus memfasilitasi kebutuhan para pengrajin itu, tentang hak paten/merek kerajinan. Termasuk memberikan pelatihan kepada pengrajin untuk meningkatkan kapasitas dalam mengembangkan potensinya dalam mengolah produk kerajinan yang berkualitas guna mendorong meningkatnya ekonomi,” pungkasnya. (adv).