Senin, Mei 6, 2024
Google search engine
BerandaBalai Syura: Caleg Perempuan Hadapi Banyak Tantangan

Balai Syura: Caleg Perempuan Hadapi Banyak Tantangan

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Keterlibatan perempuan dalam kancah Pemilihan Legislatif 2019 di Aceh, menuai banyak hambatan. Hal ini diakui Ketua Presidium Balai Syura, Khairani Arifin, Selasa (12/2/2019).

“Proses kampanye yang sedang berlangsung ini tidak dengan mudah dijalani oleh para caleg perempuan, mereka harus menghadapi penolakan, salah satunya dianggap bertentangan dengan pandangan agama,” beber Khairani di sela-sela diskusi bersama ulama Aceh membahas kepemimpinan perempuan.

Wacana penolakan terhadap perempuan, sambung dia, kian gencar digaungkan pihak-pihak tertentu seiring makin dekatnya waktu pemilihan. Tujuannya untuk melemahkan dan menghentikan gerak dan aktivitas caleg perempuan.

Khairani menegaskan persoalan ini harus segera diatasi, agar para perempuan bisa fokus mempersiapkan diri, sama seperti caleg lainnya.

Dari pengalamannya sebagai aktivis, Khairani mengingat, pernah ada langkah progresif dari kaum perempuan Aceh di tahun 2008 silam. Ketika itu, lahir Piagam/Charta Urueng Inong Aceh. Kesepakatan itu terkait dengan partisipasi dan kepemimpinan perempuan di ranah publik.

“Di Indonesia, hanya Aceh yang berhasil melahirkan piagam tersebut, didukung oleh gubernur, tokoh serta petinggi di level provinsi dan kabupaten/kota,” sebut dia.

Di kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Nevi Aryani, menyampaikan pentingnya meminta masukan dari para ulama terkait persoalan ini.

“Kita ingin partisipasi perempuan berjalan baik, sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan diturunkan ke Qanun Nomor 6 tahun 2009, terkait pemberdayaan dan perlindungan perempuan,” pungkas Nevi.

Dalam pertemuan tersebut, ada sejumlah rekomendasi. Di antaranya, Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam dan DP3A bersinergi dalam menjalankan program-program yang mendukung kepemimpinan perempuan di Aceh.

“Program yang dikembangkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam yang memberikan keadilan sebagai cerminan pelaksanaan yang rahmatan lil’alamin,” jelas Khairani, mengulang poin-poin rekomendasi tersebut. (Fuady)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER