Banda Aceh (Waspada Aceh) – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, melaksanakan kuliah umum menghadirkan Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kemendagri, Safrizal ZA, sebagai pembicaraan utama.
Kuliah umum yang mengusung tema “Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah dalam Menjawab Tantangan Transisi Pemerintah Menuju Indonesia Sejahtera,” resmi dibuka oleh Rektor USK, Prof. Marwan di Aula Kampus FISIP USK, Banda Aceh, Sabtu (11/3/2022).
Dalam sambutannya Rektor USK mengatakan, kegiatan itu menjadi media pembelajaran bagi mahasiswa secara langsung dari ahlinya.
“Ini jadi kesempatan adik-adik mahasiswa belajar langsung dan sharing pengalaman tentang keahlian beliau, mengenai bina administrasi kewilayahan. Mungkin di teks ataupun buku, sudah sering mahasiswa baca, tapi pada praktiknya, tentu banyak hal lain yang mempengaruhi sebuah kebijakan,” ungkap Prof Marwan.
Rektor mengungkapkan, kehadiran Dr. Safrizal di Kemendagri telah memberikan banyak inovasi di kementerian tersebut. Hal itu menjadi sejarah tersendiri bagi kiprah putra Aceh di kancah nasional.
Prof Marwan berharap, perjalanan Safrizal menjadi sumber inspirasi untuk semua pihak. Terutama bekal untuk menulis tugas akhir ataupun jaringan magang di sana.
“Sekarang ini ada program Kampus Merdeka, saya berharap dapat dukungan dari Kemendagri. Semisal pelaksanaan magang di sana, dan banyak lagi,” pintanya.
Sementara itu, Dirjen Bina Administrasi dan Kewilayahan Kemendagri, Dr. Safrizal, dalam paparannya terkait transisi mengungkapkan,ada banyak cara yang bisa dilakukan agar proses transisi sebuah pemerintahan berlangsung sukses.
Dia menjelaskan beberapa pendekatan yang bisa digunakan antara lain, kepemimpinan kolaboratif, sinergi Forkopimda dan merangkul seluruh elemen masyarakat. Kepemimpinan religius, dekat dengan ulama. Kepemimpinan Responsif, matang dalam kebijakan, agile (tangkas) dalam pelaksanaan, serta kepemimpinan yang melayani.
“Namun kepemimpinan transisi juga mempunyai sejumlah tantangan, seperti situasi pandemi, belum tau kapan berakhir. Potensi bencana alam, tidak bisa diprediksi tapi bisa dimitigasi. Kontestasi politik, pemilu, pilkada serentak pertama kali dalam sejarah bangsa. Kondusifitas dan stabilitas Aceh jadi fokus utama dan iklim investasi,” jelas Dirjen Kemendagri itu.
Sejak sekarang, lanjutnya, kepemimpinan mulai dari daerah hingga pusat, sudah harus memastikan “Langkah Seabad Indonesia Emas” agar tahun 2045 hal ini menjadi kenyataan. Menurut Safrizal, untuk maju mau tidak mau mesti ada investasi. Kalau tidak ada pabrik besar, ekonomi akan berjalan di tempat, menjadi susah.
“Untuk itu harus ada kemudahan investasi dan trust. Dan yang mesti diingat adalah investasi gak akan jalan kalau infrastruktur gak cukup,” tutur lelaki yang pernah menjadi Pj Gubernur Kalimantan Selatan ini.
Terkait Aceh, dia melihat punya peluang dan potensi. Hanya saja perlu fokus segmentasi apa yang hendak serius digarap. Keberadaan dana Otsus maupun UUPA, dikatakan Dirjen Kemendagri ini, sesungguhnya menjadi kekuatan Aceh. Tinggal bagaimana menjelaskannya dengan baik dan benar demi kemajuan di mata pusat.
“Kita punya peluang, tapi belum memanfaatkan dengan maksimal. Pemerintah pusat bisa adaptif dalam menerima lex specialis Aceh, sepanjang bisa dijelaskan dengan baik,” sebutnya.
Oleh karena itu, kata Safrizal, untuk membangun Aceh harus ada kerja sama semua pihak. Bukan hanya tanggungjawab pusat maupun pemerintah daerah.
Dia juga menyatakan bahwa tidak bisa menyelesaikan semua hal dengan Otsus, bila tanpa strategi. Dia meminta Aceh benar-benar fokus, apalagi tahun depan dana Otsus tinggal satu persen, walaupun ada upaya untuk penambahan. (Cut Nauval d)