Banda Aceh (Waspada Aceh) – Mantan juru runding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) duduk bersama untuk membahas penguatan perdamaian Aceh, pada 10 -12 Desember 2019 di Hotel Grand Nanggroe, Lhueng Bata, Banda Aceh.
Pimpinan DPR Aceh, Hendra Budian, saat membuka acara yang difasilitasi Badan Reintegrasi Aceh (BRA) berharap, pertemuan itu bisa melahirkan satu kebijakan kongkrit dan rasa keadilan dari sebuah perdamaian.
“DPR Aceh juga meminta kepada semua pihak agar UUPA dan butir-butri MoU Helsinky bisa dituntaskan,” kata Hendra saat membuka acara, Selasa (10/12/2019).
DPR Aceh, kata Hendra, sejak 2009 sudah melahirkan berbagai qanun dari turunan UUPA yang merupakan penjabaran dari MoU Helsinky yang sudah disahkan Pemerintah Republik Indonesia.
Hendra juga meminta semua pihak, termasuk pemerintah Aceh, memberi dukungan pada program-progam yang dijalankan lembaga kekhususan Aceh, baik program Badan Reintegrasi Aceh (BRA) maupun program lembaga Wali Nanggroe.
“Kita harapkan pertemuan akan menghasilkan kebijakan kongkrit untuk penguatan perdamaian Aceh,” demikian Hendra Budian.
Kertua BRA, M Yunus pada kesempatan itu menyampaikan, pada tahun 2019 BRA mulai mendapat perhatian dari pemerintah pusat, sehingga semua pihak dapat menjaga komunikasi secara baik dengan pemerintah.
“Perhatian itu didapat setelah BRA mulai bergerak kembali setelah lahir beberapa Peraturan Gubernur pada tahun 2019. Seperti masalah lahan, beasiswa khusus, dan penyerahan surat tanah untuk membangun museum perdamaian Aceh,” kata M Yunus.
M. Yunus juga mempertegas, BRA juga sedang memperkuat agenda Pendidikan Damai melalui silabus yang hampir selesai dibuat.
Pembukaan turut dihadiri sejumlah juru runding Komite Peralihan Aceh (KPA) dari beberapa daerah, dan sejumlah tokoh Gerakan Aceh Merdeka. Hadir juga Kepala Sekretariat BRA Syukri.(Ria)