Sabtu, April 27, 2024
Google search engine
BerandaLaporan KhususAtasi Ketergantungan Telur dan Ayam Pedaging dari Luar Provinsi, Aceh Butuh Kerjasama...

Atasi Ketergantungan Telur dan Ayam Pedaging dari Luar Provinsi, Aceh Butuh Kerjasama dan Penguatan UMKM

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Berdasarkan pernyataan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan (Dinkeswannak), Provinsi Aceh sedikitnya membutuhkan 1,3 juta butir telur ayam/hari, yang 90 persen di antaranya masih dipasok dari Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Artinya dalam sebulan (30 hari), ada sedikitnya 39 juta telur ayam yang masuk ke Aceh. Bahkan mengutip pernyataan Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh, Makmur Budiman, setidaknya dalam setahun, uang dari Provinsi Aceh yang “terbang” ke provinsi lain (Sumut) untuk kebutuhan telur ayam, sedikitnya mencapai Rp1 triliun. “Kita perkirakan bisa 1 hingga 3 triliun,” kata Makmur Budiman kepada Waspadaaceh.com, baru-baru ini.

Terkait hal itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Islam UIN Ar-raniry Banda Aceh, Dr. Hafas Furqani, M.Ec, mengatakan, untuk mengatasi ketergantungan Provinsi Aceh di sektor pangan dari daerah luar Aceh, khususnya Provinsi Sumatera Utara, membutuhkan kerjasama antar stakeholder.

“Ketergantungan itu tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada pemerintah. Tapi perlu adanya keterlibatan berbagai pihak dalam menanggulangi krisis tersebut. Kita bisa mengembangkan peternakan bagi ayam petelur agar dana untuk kebutuhan produk tersebut tidak mengalir ke daerah lain di luar Aceh,” kata Hafas dalam wawancara khusus dengan Waspadaaceh.com, Rabu (20/01/2021).

Hafas menambahkan, keterlibatan berbagai pihak ini termasuk peran dan dukungan perbankan dalam meningkatan perekonomian masyarakat Aceh terutama di sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).

“UMKM selama ini terkendala dan memiliki keterbatasan pada modal untuk bergerak. Seharusnya  perbankan bisa konsen juga terhadap sektor UMKM, seperti memberikan bantuan modal dan kerjasama,” jelas Hafas.

Dr. Hafas Furqani, M.Ec, Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Islam UIN Arraniry Banda Aceh. (Foto/Ist)

Padahal, kata Hafas, untuk menjalankan proses produksi sektor pangan ini, sudah ada disebutkan pada Qanun LKS (Lembaga Keuangan Syariah). Targetnya tahun  2024, terdapat 40 persen pembiayaannya itu harus disalurkan ke sektor produktif, terutama UMKM.

“Jadi pada Qanun LKS ini bukan saja terkait dengan proses konversi kearah syariah, tapi juga sistem perbankan syariah yang diinginkan di Aceh adalah yang pro pada UMKM, atau yang pro pada sektor produktif,” tegasnya.

Bank Aceh Dukung Sektor UMKM

Sementara itu Pimpinan Divisi Sekretariat Perusahaan Bank Aceh Syariah, Sayed Zainal Abidin, menjelaskan kepada Waspadaaceh.com, Rabu (20/01/2021), bahwa Bank Aceh Syariah sangat konsen dalam penyaluran modal ke sektor UMKM.

Komitmen Bank Aceh Syariah terhadap sektor UMKM, lanjut Sayed, sangat kuat. Terlebih, UMKM saat ini merupakan sektor yang menjadi tonggak bagi  kesejahteraan masyarakat.

Sayed menjelaskan, sejak tahun 2019 Bank Aceh Syariah membentuk sebuah unit UKM Center khusus untuk menangani, sosialisasi serta memberikan pembiayaan kepada para pelaku usaha.

Keseriusan Bank Aceh Syariah ini, kata Sayed, memang terlihat dari adanya peningkatan dari Rp900 miliar menjadi Rp1,2 triliun untuk pembiayaan pelaku usaha.

”Jadi varian dari UKM Center itu banyak sekali, baik peternakan, perikanan, perkebunan, perdagangan dll,” tambah Sayed.

Sayed Zainal Abidin, Pimpinan Divisi Sekretariat Perusahaan Bank Aceh Syariah. (Foto/Ist)

Sayed mengungkapkan, dalam mengoptimalkan pembiayaan kepada pelaku usaha khsusnya UMKM di Aceh, tidak hanya meningkatkan pertumbuhan pembiayaan, tapi juga memberi dampak ekonomi kepada masyarakat dan pelaku usaha. Bank Aceh melihat segi pemetaan potensi yang dimiliki masing-masing daerah.

“Dari segi pemetaan potensi masing-masing daerah tersebut sudah dilakukan. Bank Aceh Syariah mendorong pelaku usaha ini agar lebih giat serta lebih terarah dalam melakukan usahanya, supaya menjadi suatu sinergi keuangan antara Bank Aceh dengan pelaku usaha serta menampung tenaga kerja yang merupakan masyarakat,” katanya.

Terkait kondisi ketergantungan pangan Aceh terutama kebutuhan telur yang masih bergantung kepada provinsi lain, Sayed Zainal menjelaskan, sebenarnya ada suplai peternakan terkait ayam petelur di Aceh.

“Siklus bisnis ini tentunya membutuhkan banyak pihak. Selama ini dalam hal swasembada telur ayam, ada beberapa sentra peternakan ayam petelur maupun ayam pedaging di beberapa daerah. Di daerah Lhok Nga kita punya peternakan untuk ayam petelur. Hanya saja mungkin belum cukup untuk konsumsi Aceh,” ungkap Sayed.

Ada beberapa kendala dan persoalan yang dihadapi Aceh dan juga pengusaha dalam sektor tersebut. Sayed menjelaskan, eksistensi dari bisnis ternak ayam petelur ini sangat tergantung juga kepada DOC (bibit ayam), dan juga dengan harga pakan ternak yang tinggi. Sementara itu perlu memperhatikan pemeliharaannya dan tenaga ahli serta distribusinya, ungkapnya

Sayed menambahkan, Bank Aceh Syariah turut memberikan upaya dalam membantu dari segi modal. Seperti pembelian indukan, pakan yang berkualitas premium, ujarnya.

“Mengenai kandang atau lahan, Bank Aceh Syariah juga membiayai dalam bentuk investasi,” kata Sayed.

“Jadi solusinya perlu kerjasama semua pihak dalam hal menciptakan pilot project untuk peternak ayam petelur yang mampu memenuhi permintaan pasar dari Aceh bahkan bisa dikirim ke luar Aceh,” tambahnya. (Cut Nauval Dafistri)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER