Banda Aceh (Waspada Aceh) – Ratusan massa yang didominasi kaum perempuan meriung di pekarangan kantor DPRA di Banda Aceh, Senin (8/4/2019). Mereka yang tergabung dalam Aliansi Muslimat Aceh ini menggelar aksi menolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS).
Sejak pukul 9 pagi, massa telah melakukan long march dari titik kumpul di depan Masjid Raya Baiturrahman. Mereka lalu bergerak mengitari rute dari jembatan PP, Simpang Lima, hingga berhenti di depan gedung DPRA.
Tampak massa membentangkan spanduk dan sejumlah alat peraga bertuliskan “RUU PKS Berpotensi Menjamurnya LGBT”, “RUU PKS Mengkriminalisasi Peran Suami dalam Rumah Tangga”, “RUU PKS Melegalkan Pelacuran”, hingga tuntutan “Penerapan Islam secara Kaffah”.
Penanggung jawab aksi, Dahlia mengatakan, massa berasal dari berbagai organisasi wanita Islam, majelis taklim, serta sejumlah ormas.
“Kami hadir untuk menyampaikan kegalauan muslimah Aceh terhadap RUU PKS,” ujar dia.
Dahlia mengaku khawatir dengan kondisi ketahanan keluarga yang semakin lemah akhir-akhir ini. Maraknya perceraian suami istri, pergaulan bebas muda-mudi, dan merebaknya pelacuran, menurutnya disebabkan oleh bablasnya tafsiran kebebasan yang selama ini digaungkan sekelompok orang.
“Ketahanan keluarga dipertaruhkan hari ini. Kita tak mampu menjaga anak kita 24 jam. Kalau melakukan zina suka sama suka, maka sah-sah saja. Suka beda agama, itu sah-sah saja, ini bahaya. Mengancam eksistensi agama kita,” katanya lagi.
Terkait dengan draft RUU PKS, Dahlia mengaku telah mencermatinya.
“Setelah membaca draft UU tersebut, kami coba memahami, bahwa rancangan aturan itu sama sekali tidak mencerminkan agama dan nilai luhur bangsa,” imbuhnya.
Bicara substansi, Dahlia menyebut banyak poin dalam pasal-pasal RUU PKS yang multitafsir. Mengenai hasrat keinginan seksual, salah satunya. Dahlia memandang, agama sudah mengatur pernikahan sebagai penyaluran hasrat seksual manusia.
“Tapi hasrat seksual yang dipersoalkan dalam RUU ini, bisa multitafsir. Asas persetujuan bersama yang dimaksud di dalam itu sangat rentan diperalat untuk melakukan perbuatan bertentangan dengan norma dan nilai luhur di masyarakat,” ujarnya.
Tingginya angka kekerasan seksual di Aceh, menurut Dahlia, perlu diatasi dari hulu. Dalam arti, perlu adanya keseriusan membangun ketahanan keluarga dengan wawasan yang utuh.
“Nilai-nilai Islam yang sesungguhnya harus dibumikan dalam keluarga,” kata dia.
Dalam aksi tersebut, Aliansi Muslimat Aceh menegaskan beberapa pernyataan sikapnya terkait penolakan RUU PKS. Pertimbangan pertama, RUU PKS dianggap berpotensi melemahkan ketahanan negara. RUU itu juga dianggap mengabaikan peran agama, adat istiadat, dan norma kehidupan sehari-hari.
“Kita perlu waspadai, RUU ini bakal mengakibatkan maraknya LGBT, legalitas pelacuran, hingga hancurnya generasi,” kata Dahlia.
Disambut Anggota DPRA
Kedatangan massa dari Aliansi Muslimat Aceh ini disambut oleh ketua Komisi VII DPRA, Ghufran Zainal Abidin. Usai menyimak orasi dari peserta aksi, dia turut memberi tanggapan.
“Pernyataan sikap ini akan kami teruskan ke pimpinan DPRA,” ujar Ghufran.
Pihaknya akan segera menyurati secara resmi DPR RI. Berhubung RUU ini belum disahkan, kata dia, maka masih ada kesempatan untuk memberi masukan kepada komisi terkait di senayan.
“Yang jelas, ini merupakan tuntutan mewakili jutaan rakyat Aceh,” pungkasnya.
“Hari ini kita ingin sampaikan ke dunia, semangat perjuangan Islam masih ada, kita suarakan dari Aceh,” ujarnya lantang disambut pekik takbir peserta aksi. (Fuadi)