Lhokseumawe (Waspada Aceh) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe bersama mahasiswa yang tergabung dalam Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW-LMND) Aceh menggelar aksi solidaritas untuk jurnalis Nurhadi, di Taman Riyadhah Kota Lhokseumawe, Selasa malam (30/11/2021).
Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 20.15 WIB, dibuka dengan menyanyikan lagu “Darah Juang” diiringi petikan gitar, dilanjutkan pembacaan sinopsis “Potret Kebebasan Pers Indonesia,” puisi “Bunga dan Tembok,” dan puisi “Pena adalah Senjata”.
Dalam aksi tersebut AJI bersama EW- LMND menyatakan sikap, mendesak Polda Jawa Timur bekerja secara profesional untuk mengungkap dan menangkap para pelaku lain yang terlibat dalam penganiayaan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, yang terjadi di Gedung Samudra Bumimoro, Surabaya Jawa Timur, pada Sabtu 27 Maret 2021, saat melakukan tugas liputan investigasi kasus suap pajak.
AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh juga menyesalkan putusan pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Palopo, pada Selasa (23/11/2021), terhadap Muhammad Asrul, jurnalis beritanews, yang nyatakan bersalah telah melanggar pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan pidana penjara tiga bulan.
Para jurnalis dan aktivis mendesak Polda Aceh segera mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus jurnalis Metro Aceh, Bahrul Walidin, atas dugaan pencemaran nama baik dan dijerat dengan UU ITE.
AJI Lhokseumawe dan EW-LMND Aceh turut menyampaikan tentang kasus teror yang dialami Asnawi, jurnalis Serambi Indonesia di Aceh Tenggara, dengan pembakaran rumah miliknya di Desa Lawe Loning Aman, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Aceh Tenggara. Hasil Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri Cabang Medan, menyatakan rumah itu bukan terbakar, melainkan dibakar. Namun, kasus yang sudah dua tahun lebih belum terungkap pelakunya.
Koordinator Aksi, M. Agam Khalilullah menyebutkan, aksi solidaritas dilakukan untuk mengingatkan negara dan semua elemen bangsa agar memberikan perhatian serius terhadap kondisi saat ini yang menunjukkan “Indonesia darurat kebebasan pers!”.
“Peristiwa-peristiwa dialami para jurnalis tersebut telah menambah daftar kasus kekerasan, kriminalisasi, dan teror menimpa insan pers di tanah air, sehingga semakin mencederai demokrasi dan mengguncang kebebasan pers di Indonesia,” terang Agam. (Syaiful).