Kamis, Mei 29, 2025
spot_img
BerandaAcehAceh Didesak Siapkan Pekerja Hadapi Era Energi Hijau

Aceh Didesak Siapkan Pekerja Hadapi Era Energi Hijau

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Penutupan Kilang LNG Arun satu dekade silam masih menyisakan luka, setelah ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian tanpa arah jelas.

Kini saat Blok Migas South Andaman menjanjikan kejayaan baru, para pakar dan aktivis mengingatkan: jangan sampai Aceh kembali dalam jebakan sumber daya alam tanpa peta jalan transisi yang adil bagi pekerja.

Desakan ini mengemuka dalam diskusi publik bertajuk “Transisi Energi Berkeadilan di Aceh: Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan,” yang digelar di Banda Aceh, Rabu (28/5/2025).

Para pembicara mengatakan Pemerintah Aceh harus segera menyusun peta jalan untuk menyiapkan tenaga kerja yang siap menyambut era energi bersih dan terbarukan.

“Penutupan kilang LNG Arun seharusnya jadi peringatan besar. Sumber daya migas pasti akan habis. Pertanyaannya: apakah pemerintah siap dengan solusi jangka panjang?,” ujar Wicaksono Gitawan, Policy Strategist dari lembaga CERAH.

Menurut Wicaksono, pengalaman pahit di Arun yang beroperasi sejak 1978 dan berhenti pada 2014 tak boleh terulang.

“Jika pemerintah tidak menyiapkan pekerja dengan keterampilan baru, maka saat cadangan South Andaman habis, bencana PHK massal bisa terulang,” tambahnya.

Ia menyebut, potensi energi terbarukan di Aceh sangat besar dan harus segera dikembangkan, terutama dengan target PLN dalam RUPTL 2025–2034 yang ingin menambah kapasitas energi bersih hingga 9,5 GW di Sumatera. “Energi bersih bukan cuma soal lingkungan, tapi juga peluang kerja,” katanya.

Namun, proses transisi tenaga kerja di Aceh dinilai masih belum berpijak pada realitas kebutuhan. Suraiya Kamaruzzaman, Kepala Pusat Riset Perubahan Iklim USK, menyoroti kebijakan pelatihan pra-pensiun yang diberikan kepada karyawan Arun menjelang penutupan. Pelatihan pertanian dan wirausaha di Pulau Jawa, menurutnya, jauh dari relevan.

“Bayangkan, pekerja yang 20 tahun bergelut di sektor energi tiba-tiba diminta jadi petani. Ini bukan transisi, tapi pemutusan rantai pengalaman kerja,” kritik Suraiya.

Ia menegaskan, keterampilan bisa dipelajari, tetapi pengalaman kerja adalah aset tak tergantikan. Menurutnya, pemerintah perlu hadir lewat regulasi yang mewajibkan perusahaan membuat peta transisi pekerja yang adil, manusiawi, dan berorientasi pada keberlanjutan.

Senada, Fernan dari Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menilai, kegagalan pemerintah daerah menyiapkan masa depan tenaga kerja adalah cacat kebijakan yang fatal.

“Penutupan kilang Arun jadi bukti bahwa Aceh tidak punya strategi pasca-eksploitasi sumber daya. Tidak ada roadmap tenaga kerja. Tidak ada forum multi-pihak. Transisi energi bahkan belum jadi diskursus di ruang publik kita,” katanya.

Fernan menegaskan, pemerintah tidak boleh lagi membiarkan potensi sumber daya manusia tertinggal saat teknologi dan energi bergerak maju. “Kita tak bisa terus menambang masa lalu dan berharap masa depan datang dengan sendirinya,” ujarnya.

Aceh saat ini berada di simpang jalan. Di satu sisi, cadangan gas baru di South Andaman menggoda. Di sisi lain, bayang-bayang masa lalu di Arun masih mengintai. Kesiapan tenaga kerja lokal bukan hanya soal pelatihan, tetapi soal visi.

Transisi energi yang adil hanya bisa terjadi jika pemerintah menyusun peta jalan sejak sekarang: dari keterampilan baru hingga regulasi yang berpihak pada manusia. Jika tidak, energi bersih pun akan meninggalkan jejak kotor PHK massal dan pengangguran yang tak terserap oleh zaman. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER