Sabtu, Desember 21, 2024
spot_img
BerandaInforial Pemerintah AcehMembahas Isu Kehutanan dan Ekonomi Bersama Dubes Uni Eropa

Membahas Isu Kehutanan dan Ekonomi Bersama Dubes Uni Eropa

Masalah hutan di Aceh tampaknya memang cukup penting untuk dibahas negara-negara di dunia. Maklum saja, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), sebagian besar wilayahnya berada di Provinsi Aceh. Hutan ini pula yang diyakini sebagai “benteng terakhir” paru-paru dunia.

Terkait dengan hutan, Pemerintah Aceh telah membahas persoalan kehutanan hingga perekonomian, dalam pertemuannya dengan Duta Besar Uni Eropa, yang dipimpin oleh Vincent Guerend di Ruang Kerja Sekda Aceh, Banda Aceh, Senin, (11/3/2019).

Kunjungan kerja sama Dubes Uni Eropa itu disambut oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Aceh, Helvizar Ibrahim, bersama dengan sejumlah SKPA terkait.

Sejumlah isu dibahas dalam pertemuan itu, di antaranya tentang pengelolaan kehutanan, persoalan ekonomi, Pemilu dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.

Helvizar menuturkan, saat ini pihak Pemerintah Aceh sedang memfokuskan pengelolaan dan penjagaan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuseur (TNGL). Menurut dia, kawasan TNGL merupakan hutan yang menjadi paru-paru dunia.

Oleh karena itu, Plt Sekda mengatakan, pihaknya akan berupaya menjaga kelestarian hutan tersebut serta membangun kerja sama dengan Uni Eropa dalam melakukan pengelolaan yang lebih baik.

“Di samping itu, di sana juga ada masyarakat, bagaimana kita juga berpikir agar hutan tetap lestari dan masyarakat dapat sejahtera dengan mata pencahariannya,” kata Helvizar.

Lanjut Helvizar, saat ini Pemerintah Aceh sedang melakukan upaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat serta menekan angka kemiskinan. Pembangunan apapun yang dilakukan pemerintah harus memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah meluncurkan dua lokomotif ekonomi, yakni Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Lhokseumawe dan Kawasan Industri Aceh di Ladong, Aceh Besar. “Barang kali Uni Eropa mau berinvestasi di sana, kami persilahkan,” ujarnya.

Selain dua lokomotif ekonomi itu, kata Sekda, kelapa sawit juga menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Aceh. Sebagian besar kawasan perkebunan sawit di Aceh dijadikan sebagai perkebunan masyarakat dan selebihnya dikelola oleh perusahaan dengan mekanisme HGU.

Dia menyampaikan, saat ini pemerintah sedang berupaya bagaimana hasil panen kelapa sawit itu tidak diekspor secara mentah. Aceh harus mampu untuk memproduksi turunan dari minyak tanaman kelapa sawit, seperti sabun, mentega dan lain-lain. Dengan demikian, daya ungkit ekonomi dari sawit bisa lebih meningkat.

“Sistem industrialisasi (pengolahan minyak kelapa sawit) belum ada di Aceh. Saya yakin kalau ada industri tersebut, ekonomi rakyat juga makain tumbuh. Kami berharap Uni Eropa bisa ikut berkontribusi membangun industri di Aceh,” ujarnya.

“Fokus kita Pemerintah Aceh tidak hanya pada CPO (minyak kelapa sawit) tapi pada turunannya, yaitu hasil dari buah kelapa sawit. Nilai tambah dari palm oil itu harapan kita. Kalau Uni Eropa mau masuk ke wilayah itu (industri pengolahan minyak sawit) kami persilahkan,” kata Sekda.

Sementara isu terkait pemilihan umum di Aceh, Helvizar menuturkan saat ini kondisi berjalan sangat kondusif. Dia berharap siapapun nantinya yang terpilih menjadi pemimpin, harus mampu mewujudkan kesejahteraan dan menurunkan angka kemiskinan, baik skala nasional mau pun Aceh khususnya.

“Mudah-mudahan susasana politik yang kondusif ini dapat berjalan sampai berakhir pemilihan,” tutur dia.

Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend, mengatakan tujuan kunjungan kerjanya kali ini ingin membahas tentang beberapa isu.

Di antaranya, mempelajari riwayat dan mekanisme kerja KKR Aceh, kemudian berkaitan dengan isu ekonomi. Pengelolaan kawasan hutan Leuseur serta kondisi keamanan dalam masa kampanye pemilihan umum.

Perihal keinginan Pemerintah Aceh agar hadirnya industri pengolahan minyak kelapa sawit Uni Eropa di Aceh, Vincent menuturkan, dia akan berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan Uni Eropa yang ada di Indonesia agar melakukan investasi di Aceh.

Selain itu, dia menjelaskan bahwa isu yang berkembang tentang upaya dari Uni Eropa memboikot komoditi sawit dari Indonesia tidaklah benar. “Pasar Eropa terbuka untuk palm oil Indonesia,”pungkasnya. (adv)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER