Medan (Waspada Aceh) – Menyikapi kekhawatiran peternak ayam petelur di Sumatera Utara tentang tingginya harga jagung yang mendorong kenaikan biaya pakan dan harga telur, Asosiasi Peternak Unggas (ASPEGAS) Sumatera Utara akan mengadakan Forum Group Diskusi (FGD) untuk mencari solusi, minggu depan.
Ketua ASPEGAS Deliserdang, Seng Guan, menyebutkan, keberadaan jagung mencapai 50% dalam komposisi ramuan pakan ternak. Karena itu kestabilan harga jagung dianggap kunci untuk menjaga keberlangsungan hidup usaha peternakan ayam dan menstabilkan harga telur yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Seng Guan menyebutkan, pemerintah harus mendukung terciptanya kawasan peternakan unggas yang sehat dan bersih, serta menjamin ketersediaan bahan baku pakan dengan mendukung perluasan dan produktivitas pertanian jagung.
“Jagung merupakan bahan baku utama pakan ayam petelur dengan pemanfaatan 50 persen per ton pakan, dan belum memiliki pengganti,” kata Seng Guan yang juga menjabat ketua Forum Daerah Usaha Kecil dan Menengah (Forda UKM) Deliserdang.
Saat ini, harga jagung berkisar Rp7.000 hingga Rp7.600 per kilogram dengan kadar air 16-17 persen. Namun, barang tersebut sangat sulit didapatkan peternak di tingkat agen dan daerah-daerah lumbung jagung di Sumatera Utara.
Stok jagung lokal tidak memadai untuk mencukupi permintaan, sehingga mendorong harga terus naik – seperti yang terjadi pada akhir November 2025, di mana harga jagung kembali melonjak, dan turun sementara setelah penyaluran Stabilisasi Pasokan dan Harga Pakan (SPHP) Jagung Tahun 2025. Tapi kemudian harga jagung naik lagi karena stok semakin berkurang.
Pendistribusian SPHP jagung belum berdampak signifikan karena jumlahnya terbatas dibandingkan kebutuhan. Selain itu, tidak adanya singkronisasi data real produksi jagung pemerintah dengan kebutuhan peternak menyebabkan kesalahpahaman: pemerintah menganggap jagung dalam surplus, sedangkan di lapangan kondisi langka.
Menurut Ketua ASPEGAS Deliserdang, Seng Guan, jika harga jagung tidak diatasi, kondisi ini akan mengancam penurunan populasi ayam petelur, karena peternak akan mengurangi jumlah ternak untuk memotong biaya. Hal ini berpotensi memperparah kekurangan pasokan telur.
“Sementara permintaan sangat tinggi akibat bencana alam Sumatera, Program Makan Beragam Gratis (MBG) dan Program Keluarga Harapan (PKH) – yang sesuai dengan rumus ekonomi penawaran dan permintaan akan mendorong harga telur semakin melambung,” kata Seng Guan, Kamis (11/12/2025).
Untuk mendapatkan SPHP jagung, peternak diwajibkan memiliki izin usaha dari pemerintah daerah dan bergabung dengan Koperasi Pinsar Petelur Nasional (PPN) Sumut. Peternak skala mikro, kecil, dan menengah juga disarankan berkolaborasi dengan PPN Sumut untuk mengajukan permohonan kebutuhan jagung ke Kementerian Pertanian dan BAPANAS, disesuaikan dengan populasi ayam dan memiliki mesin mixer pakan untuk mendapatkan rekomendasi dari dinas peternakan.
Selain itu, kestabilan harga jagung dianggap kunci untuk menjaga fluktuasi harga telur. Solusi lain yang diusulkan adalah kemudahan birokrasi izin usaha untuk menciptakan kawasan peternakan unggas, serta pengawasan dan penegakan hukum terhadap penimbunan jagung oleh pedagang besar.
FGD yang bertema “Penguatan Akses Jagung dan Stabilitas Harga Telur untuk Kendalikan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara” akan dilaksanakan minggu depan, rencanya di Gedung Yayasan Nava Dhammasekha Pantailabu, Kabupaten Deli Serdang.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari PPN Sumut, akademisi, instansi pemerintah terkait, dan para peternak.
Tujuan FGD antara lain memastikan kehadiran negara dalam mengatasi masalah pasokan dan harga pakan, memaksimalkan pertumbuhan ekonomi sektor peternakan unggas dan jagung. Juga meningkatkan produktivitas telur untuk mencukupi permintaan pasar dan program pemerintah, serta memelihara stabilitas harga pakan dan telur agar terjangkau oleh masyarakat. (*)



