Aceh Besar (Waspada Aceh) – Forum Perempuan Hebat (FPH) resmi terbentuk dalam kegiatan yang digelar Solidaritas Perempuan (SP) Bungoeng Jeumpa Aceh, Minggu (22/6/2025) di Orion Hall, Aceh Besar.
Forum ini menghimpun perempuan dari 15 gampong dampingan 14 dari Aceh Besar dan satu dari Banda Aceh untuk memperkuat peran perempuan dalam pengambilan kebijakan di tingkat desa.
Ketua Badan Eksekutif SP Aceh, Rahmil Izzati, menyebut forum ini menjadi ruang konsolidasi dan advokasi perempuan akar rumput.
Dalam dua hari pelaksanaan, peserta memetakan isu strategis di masing-masing wilayah, menyusun rencana kerja bersama, serta menyoroti belum optimalnya keterwakilan perempuan di lembaga gampong.
Tiga perempuan terpilih sebagai koordinator utama forum: Ummi Kalsum (Lhoknga), Murni Basri (Ingin Jaya), dan Ida Nuraini (Kuta Alam).
Selain menetapkan tiga koordinator utama, forum juga menunjuk koordinator wilayah, yakni Muliana untuk Wilayah 1 (Pekan Bada, Lhoknga, dan Leupung), Lilin Rahayu untuk Wilayah 2 (Kuta Alam), serta Murni untuk Wilayah 3 (Suka Makmur, Ingin Jaya, Indrapuri, dan Montasik).
Kegiatan ini diikuti 100 peserta, terdiri dari pemimpin perempuan gampong, perangkat desa, pegiat organisasi sipil, dan perwakilan pemerintah.
Ummi Kalsum, salah satu koordinator forum, menekankan bahwa perempuan di akar rumput perlu memiliki wadah untuk menyuarakan aspirasi mereka secara lebih terorganisir.
“Selama ini perempuan banyak yang aktif di masyarakat, tetapi suaranya belum masuk dalam kebijakan. Forum ini adalah langkah kami menyatukan kekuatan dan memperjuangkan suara itu agar terdengar,” katanya.
Murni Basri menambahkan bahwa salah satu pekerjaan awal forum adalah mendorong implementasi qanun yang menjamin keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga desa seperti Tuha Peut.
“Banyak desa belum menerapkan amanat qanun secara maksimal. Padahal keterlibatan perempuan sangat penting dalam pembangunan gampong,” ujarnya.
Ida Nuraini mengungkapkan bahwa forum ini menjadi titik balik perjuangan bersama perempuan dari berbagai latar belakang dan wilayah. “Selama ini kami berjuang sendiri-sendiri. Sekarang kami sadar, kami tidak sendiri. Ada banyak perempuan lain yang juga bergerak dan bisa saling mendukung,” ucapnya
Selain menyusun struktur organisasi, forum juga membahas isu strategis di setiap wilayah, termasuk persoalan kemiskinan, akses layanan kesehatan, kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta partisipasi perempuan dalam musyawarah gampong.
Peserta forum juga mendorong pendekatan berbasis adat dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, yang dinilai lebih dekat dan sensitif terhadap konteks masyarakat pedesaan.
Pendekatan ini diharapkan mampu memperkuat sistem perlindungan lokal yang berpihak kepada korban.
Dalam waktu dekat, forum merencanakan penyusunan rencana kerja jangka pendek dan panjang, deklarasi resmi, serta audiensi dengan Bupati Aceh Besar untuk memperkenalkan agenda dan memperluas dukungan. (*)