Medan (Waspada Aceh) – Puluhan warga asal Serdang Bedagai menuntut pembatalan eksekusi Rumah Makan Simpang Tiga Perbaungan di Kantor Pengadilan Tinggi Medan di Jalan Ngumban Surbakti, Medan, Senin (28/4/2025).
Eksekusi Rumah Makan Simpang Tiga Perbaungan dijadwalkan dilakukan Pengadilan Negeri Sei Rampah pada 30 April 2025.
“Kami datang kemari meminta Ketua Pengadilan Tinggi Medan segera membatalkan rencana eksekusi tersebut. Karena saat ini, Rumah Makan Simpang Tiga tengah mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali,” ujar Koordinator Aksi, Muslim Muis.
Muslim juga menyoroti bahwa tahapan-tahapan eksekusi yang wajib dipenuhi pihak pengadilan belum dilaksanakan.
Ia menyebut Pengadilan Negeri Sei Rampah telah mengabaikan pedoman eksekusi yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum) Nomor 40/DJU/SK/HM.02.3/1/2019.
“Semua pelaksanaan eksekusi wajib melalui tahapan seperti aanmaning (teguran atau peringatan kepada Termohon Eksekusi), konstatering, letak sita, pengosongan, dan lainnya,” kata Muslim Muis.
Tapi tahapan ini menurut Muslim Muis tidak dilakukan. “Makanya kami bertanya-tanya, ada apa di sini? Ada apa dengan Pengadilan Negeri Sei Rampah yang mengangkangi aturan Mahkamah Agung?,” tegasnya.
Ia menilai jika eksekusi tetap dilanjutkan, akan banyak pihak yang terdampak, terutama para pekerja Rumah Makan Simpang Tiga yang jumlahnya lebih 20 orang.
“Kalau rumah makan itu dieksekusi, otomatis banyak keluarga yang kehilangan penghasilan. Ini akan memperparah angka pengangguran,” ujarnya.
Selain berdampak sosial, Muslim mengingatkan bahwa Rumah Makan Simpang Tiga adalah salah satu penyumbang pajak terbesar di Kabupaten Serdang Bedagai.
Ia juga menuding eksekusi tersebut hanya menguntungkan segelintir pihak, yakni PTPN, yang menurutnya tidak lagi memiliki Hak Guna Usaha (HGU) aktif di lahan tersebut.
“Secara hukum, PTPN tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan eksekusi karena mereka bukan pemilik tanah. Kami mendesak Pengadilan Tinggi untuk menghentikan ini. Kalau tidak, kami akan mengajukan masalah ini ke Mahkamah Agung,” tegasnya.
“Upaya pengosongan ini terkesan sebagai bentuk pemaksaan kehendak. Seharusnya, kalau ada upaya hukum yang masih berjalan, eksekusi ditunda,” lanjutnya.
Salah satu perwakilan pekerja, Andi, turut menyuarakan kegelisahan para karyawan. Ia berharap eksekusi dibatalkan agar mereka tetap bisa bekerja.
“Di tengah kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang, sangat susah mencari pekerjaan baru,” keluhnya.
Menanggapi aksi massa tersebut, Humas Pengadilan Tinggi Medan, Samsul Bahri, menyatakan pihaknya menampung aspirasi dan akan menyampaikan kepada pimpinan Pengadilan Tinggi Medan.
“Saya akan sampaikan tuntutan bapak ibu ini ke pimpinan pengadilan Tinggi Medan, untuk mendapatkan solusi terbaik,” ujarnya seraya menambahkan pihaknya akan menimbang dari segi upaya hukumnya.
Apalagi disebutkan, perkara ini sudah bergulir cukup lama melalui berbagai tahapan, sampai ke Mahkamah Agung.
Samsul Bahri menekankan pentingnya semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan agar menyampaikan keberatan melalui jalur resmi. (*)