Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pengamat lingkungan Aceh, T Muhammad Zulfikar, menyoroti persoalan dalam pengelolaan sumber daya air di Tanah Rencong ini.
Menurut dosen Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah ini, ketersediaan air yang kritis dan berkurangnya mata air saat musim kemarau menjadi masalah serius yang dihadapi warga Aceh.
“Masih banyak wilayah yang mungkin, belum ada air dan ini menjadi problem. Sementara berbicara daya rusak air cukup tinggi sekarang, di Aceh sebentar-sebentar sudah terjadi banjir. Namun saat kemarau air kering,” kata T Zulfikar.
Liasion Spesialis Yayasan Ekosistem Lestari ini menyampaikan hal itu dalam diskusi publik secara virtual dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia bertajuk “Keberlanjutan Sumber Daya Air, Menjaga Ketersediaan Air Bersih untuk Generasi Mendatang,” Jumat, (22/3/2024).
T M Zulfikar juga menjelaskan bahwa air memenuhi hajat hidup rakyat dan tentu perlu digunakan secara beretika. Untuk memberikan andil dalam upaya-upaya melestarikan kehidupan. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Kata Zulfikar, kondisi itu harus menjadi perhatian. Aceh memiliki 9 wilayah sungai. Empat diantaranya kewenangan nasional, empat lainnya kewenangan provinsi dan satu di kabupaten Simeulue.
“Rehabilitasi yang dilakukan perlu dilihat apakah selama ini cukup efektif dan tepat,”ujarnya.
Melihat lebih jauh, terkait pengelolaan sumber daya air di jelaskan pada undang-undang tahun 1945 pasal 33 ayat 3 disampaikan air unsur penting bagi kehidupan manusia.
Lanjut Zulfikar, perlu adanya integrasi yang lebih banyak lagi, walaupun undang-undang mengamanahkan ada tim koordinasi setiap wilayah sungai yang perlu dibangun di Aceh. Disisi lain, integrasi ini tidak terlalu tercapai terlebih ada induk sektoral di institusi, konflik kepentingan, dan sebagainya.
“Apakah dalam pengelolaan air sudah adil atau jangan jangan pihak tertentu saja yang diuntungkan. Memang banyak latar belakang yang dapat ditinjau dari ketersediaan air itu,” ujarnya.
Selain itu, saat musim hujan banyak wilayah yang terjadi banjir. Karena adanya beberapa penyebab yakni kerusakan hulu di daerah aliran sungai, baik akibat illegal logging maupun illegal mining.
Adapula karena ahli fungsi lahan atau konversi lahan sehingga banjir akan semakin berat. Belum lagi kemanfaatan bantaran dan itu juga menjadi salah satu penyebab berkurangnya kapasitas aliran air dan sebagainya.
“Tantangannya dalam pengolahan air ya cukup banyak, sehingga tidak bisa kita tutup mata bahwa kebijakan atau regulasi juga tidak menentukan,” ucapnya.
Belum lagi, isu-isu besar seperti perubahan iklim, sampah, penurunan muka air, dan lainnya. Sehingga terdapat banyak tantangan dan harus dicarikan solusinya.
Sementara itu, turut menjadi narasumber Anggota Dewan Sumber Daya Air (DSDA) Aceh Syahrul mengatakan menekankan pentingnya pengelolaan air untuk menciptakan perdamaian. Tahun ini, peringatan tersebut mengusung tema “Water of Peace” atau air untuk perdamaian.
Syahrul menjelaskan bahwa air memiliki potensi ganda; ia bisa menjadi sumber perdamaian atau pemicu konflik. “Pengelolaan air yang baik dapat memastikan perdamaian, sementara kelangkaan atau pencemaran air dapat meningkatkan ketegangan antar masyarakat dan negara,” ujar Syahrul.
Lebih dari 3 miliar orang di dunia bergantung pada sumber air yang melintasi batas negara, namun hanya 24 negara yang memiliki perjanjian kerja sama penggunaan air bersama. “Dengan meningkatnya dampak perubahan iklim dan pertumbuhan populasi, ada kebutuhan mendesak untuk bersatu dalam melindungi dan melestarikan sumber daya air,” tambahnya.
Menurut Syahrul, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sistem pangan dan energi, serta produktivitas ekonomi, semuanya bergantung pada siklus air yang berfungsi dengan baik dan dikelola secara adil. “Jika siklus air terganggu, hal itu akan berdampak pada kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, serta produktivitas ekonomi,” tegasnya.
Oleh karena itu, Syahrul menyerukan perlunya upaya perlindungan dan pelestarian sumber air. Ini termasuk pemeliharaan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air pada setiap Daerah Aliran Sungai (DAS), pengaturan sarana dan prasarana sanitasi, serta pelestarian dan rehabilitasi hutan dan lahan. (*)