Banda Aceh (Waspada Aceh) – Enam Calon Legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, melapor ke Panwaslih Aceh terkait dugaan penggelembungan suara di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Delapan Caleg DPD yang melaporkan dugaan kecurangan ini ke Panwaslih Aceh adalah Azhari Cage, M Fadhil Rahmi, Akhyar Kamil, MC Razi, Nazar Apache, Rahmad Maulizar, Nazir Adam dan Darwati A Gani.
Azhari Cage mengatakan bahwa yang dilaporkan ke Bawaslu adalah tentang penggelembungan suara yang signifikan ke calon DPD nomor urut 27 atas nama Sayed Muhammad Mulyadi. Mereka sudah membandingkan antara C Hasil di kecamatan yang dibuat.
Dugaan ini juga, kata Cage, sudah diprotes di pleno KIP Pidie ada beberapa kecamatan sudah dikoreksi dan diperbaiki seperti di Kecamatan Mane, Kecamatan Tiro dan Kecamatan Keumala. Namun 20 kecamatan lain tidak diperbaiki dan tidak ditindaklanjuti.
Sehingga mereka sepakat untuk dugaan penggelembungan suara di Pidie, 6 Caleg DPD lapor ke Panwaslih Aceh untuk melawan kezaliman tersebut.
“Maka kami berkesimpulan pada hari ini akan kami laporkan kepada Panwaslih Aceh untuk ditindaklanjuti dan diperbaiki agar keadilan ini sama-sama kami dapatkan,” sebutnya di Banda Aceh, Jumat (8/3/2024).
Mereka menduga kuat, ada permainan penggelembungan suara di 23 Kecamatan di Pidie. Sehingga dengan kejadian ini, mereka merasa dirugikan.
Hal yang sama disampaikan Fadhil Rahmi, bahwa di 23 Kecamatan di Pidie adanya dugaan penggelembungan suara yang dilakukan oleh penyelenggara untuk kepentingan salah satu calon. Jumlah suara yang digelembungkan terhadap Caleg nomor urut 27 sangat signifikan yaitu berada di angka 70-100 ribu.
Dugaan ini lanjut Fadhil Rahmi sesuai dengan hasil-hasil pleno di tingkat kecamatan dan juga di tingkat kabupaten. Untuk membuktikan dugaan itu benar adanya, mereka juga mempunyai bukti-bukti seperti C hasil yang akan diserahkan kepada Panwaslih Aceh.
“Sebenarnya kita ingin mendudukan masalah di tempatnya. Artinya kita yakini bahwasanya penyelenggara dan juga pengawas kita pastikan mereka bekerja sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Jadi, apa yang kami lakukan ini adalah bagian dari pada usaha untuk mendudukan masalah pada tempatnya,” sebutnya.
Dia sangat menyayangkan, bahwasanya di rapat pleno kecamatan sampai tingkat pleno di kabupaten mereka sudah mencoba melakukan koreksi dan menyanggah, namun pihak penyelenggara dalam hal ini KIP Pidie dan PPK mengabaikannya. Oleh karena itu, dia berharap KIP Aceh dan Panwaslih Aceh mampu menyelesaikan permasalahan ini.
“Kita berharap di KIP Aceh ini dan Bawaslu Aceh mampu menjaga netralitas. Kita tidak ingin hal-hal seperti ini terjadi, kita ingin damai-damai saja. Jadi tolong dudukan persoalan ini secepatnya, sesuai dengan pilihan-pilihan dari masyarakat,” harapnya.
Dia melanjutkan “Bek selesaikan nyoe ureung tuleh, sayang ureung yang pileh. Menyo lagee nyoe tidak ada gunanya lagi kita kampanye dan tanggal 14”.
Sementara itu, Akhyar Kamil yang juga ikut melapor, mengingatkan bahwa penyelenggara Pemilu seperti PPK dan Panwas itu digaji oleh pemerintah dari uang rakyat. Jadi dia mohon penyelenggara Pemilu jangan khianati rakyat.
“Jangan sampai rakyat memilih si A diputar ke si B. Saya berharap hal ini terjadi di Aceh dapat diselesaikan di Aceh. Malu dilihat oleh provinsi lain kenapa di Aceh terjadi penggelembungan suara dengan cara berjamaah,” tutupnya. (*)