Banda Aceh (Waspada Aceh) – Wahana Lingkungan Hidup Aceh (Walhi) menilai dampak el nino mulai menimbulkan ancaman serius bagi wilayah Aceh, khususnya terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, menjelaskan el nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal di Samudera Pasifik bagian tengah.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi puncak el nino terjadi pada Agustus-September 2023. Dampaknya pada kekeringan yang memicu potensi terjadinya Karhutla.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) mencatat, hingga Juni 2023, terdapat 206 kejadian Karhutla di seluruh Indonesia. Aceh menjadi provinsi dengan jumlah kejadian tertinggi, mencapai 53 kali. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan krisis air dan kelangkaan bahan pangan.
“Ini ancaman nyata. Pemerintah Aceh tidak boleh lengah, karena bukan hanya Karhutla saja. Kekeringan hingga krisis air dan juga banjir akibat anomali cuaca perlu diwaspadai,” kata Ahmad Shalihin kepada Waspadaaceh.com, Rabu (26/7/2023).
Menurut Ahmad Shalihin yang akrab disapa Omsol, Aceh juga berada di empat besar wilayah di Indonesia yang terdampak oleh kekeringan, dengan total 18 kejadian kekeringan. Kendati Jawa Tengah mencatat jumlah kejadian tertinggi (11 kejadian), Aceh tetap harus memperhatikan potensi bencana ini.
Dalam hal Karhutla, data dari sipongi.klhk mencatat bahwa total luas lahan terbakar di Aceh hingga Juni 2023 mencapai 491,8 ha. Kabupaten Aceh Jaya menjadi daerah dengan tingkat kejadian Karhutla tertinggi, mencapai 117,7 ha, diikuti oleh Aceh Tengah dengan 78,5 ha, dan Subulussalam dengan 75,5 ha.
Menghadapi potensi bencana tersebut, Walhi Aceh menghimbau pemerintah Aceh dan kabupaten/kota untuk meningkatkan koordinasi dan kesiapsiagaan.
“Perencanaan mitigasi kebencanaan yang sigap dan cepat, serta alokasi dana khusus untuk menghadapi bencana, dianggap penting guna mengurangi dampak buruk yang bisa terjadi akibat fenomena el nino,” jelasnya.
Kemudian terkait pendataan wilayah yang berpotensi terdampak juga dianggap perlu agar langkah-langkah penanganan dan evakuasi dapat dilakukan secara tepat dan efisien saat bencana datang. (*)