Banda Aceh (Waspada Aceh) – Plt Kepala Ombudsman Aceh Abyadi Siregar menyoroti Mal Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Aceh Besar di Lambaro. Gedung itu dinilai terbengkalai dan harusnya bisa dimanfaatkan lebih baik lagi.
Temuan itu berdasarkan inspeksi mendadak (sidak) layanan perizinan di Lambaro Aceh Besar khususnya pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Rabu sore (29/6/2022). Abyadi Siregar yang juga Kepala Ombudsman Sumut ini mengungkap setiap kali masuk Banda Aceh, melihat gedung itu tidak terawat dan tidak ada layanan.
“Jadi, kan saya ketika setiap kali masuk ke Banda Aceh ini saya penasaran dengan gedung ini. Karena saya lihat seperti tidak ada aktivitas, padahal gedungnya kokoh besar,” kata Abyadi di lokasi.
Gedung itu terlihat megah, namun tidak ada pelayanan yang berlangsung. Abyadi menyayangkan gedung tiga lantai sebesar itu tidak dimanfaatkan dengan baik.
Kepala DPMPTSP Aceh Besar Agus Husni yang juga berada di lokasi menjelaskan bahwa gedung itu terbengkalai akibat pembangunannya tidak berjalan saat terjadi pandemi COVID-19 selama 2 tahun belakangan. Anggaran pembangunan terhenti akibat refocusing COVID-19.
“Ketika saya masuk di sini sebagai kepala dinas, saya mulai bulan 5 tahun 2021 lalu. Saya menerima kondisi gedung seperti itu, karena informasinya sebagian kepemilikan, saya juga kurang paham masih dikuasai warga dan Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan (Diskopukmdag) Aceh Besar,” ujarnya.
Sengketa tersebut, kata Agus, sudah ditanyakannya langsung ke Diskopukmdag Aceh Besar, namun hingga kini tidak juga jalan. Tujuannya agar jelas, jika memang perlu ganti rugi atau tukar guling, biar seluruh gedung itu kembali ke Pemkab Aceh Besar sepenuhnya untuk dikelola.
“Saya kurang paham. Apakah statusnya tanah Pemkab yang HGU ke warga atau bagaimana. Itu dikelola bagian aset dan Diskopukmdag Aceh Besar, saya sudah berulang kali memintanya. Tapi tetap nihil juga,” jelasnya.
Agus kemudian bercerita, permintaan anggaran untuk lay out atau tata letak MPP itu yang minim dan terkesan DPMPTSP jadi anak tiri. Untuk pembangunannya, Agus mengusulkan sejak tahun 2021 hingga 2022 masing-masing Rp3 miliar.
“Kita minta 3 miliar, tapi disetujui cuma 1 miliar. Tahun 2021 dan 2022, masing-masing Rp1 miliar. Dengan anggaran itu tetap kita kerjakan juga. Sekarang masih disusun semua, masih diperbaiki. Kita targetkan MPP Aceh Besar, Oktober 2022 tahun ini sudah beroperasi,” ungkapnya.
Agus cuma mengungkap dengan segala keterbatasan, dia tetap yakin akhir tahun ini beroperasi. Dia pun menuturkan semua sudah dibangun, tenan-tenan dari masing-masing lembaga negara, baik itu kepolisian, kejaksaan hingga dinas perizinan lain.
Abyadi menegaskan bahwa pelayanan publik ini wajib dilaksanakan, karena sesuai amanat UU. Abyadi juga mendorong peran Bupati dan DPRK untuk menyelesaikan persoalan gedung ini.
“Persoalan gedung ini, harus jadi atensi bupati. MPP ini jadi cerminan dan contoh wajah Pemkab Aceh Besar. Ini harusnya atensi bupati,” tegasnya.(sulaiman achmad)