“Bank Aceh berhasil mencatatkan aset sebesar Rp28,2 triliun atau tumbuh sebesar 11 persen bila dibanding tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp25,4 triliun”
— Haizir Sulaiman, Dirut Bank Aceh —
Bank Aceh mencatat kinerja pertumbuhan positif sepanjang tahun 2021. Meski perekonomian belum sepenuhnya pulih akibat pandemi COVID-19, bank milik daerah Aceh ini justru menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Sejumlah indikator keuangan mencatatkan pertumbuhan mencapai dua digit.
Direktur Utama Bank Aceh, Haizir Sulaiman mengatakan, di sisi Aset, hingga 31 Desember 2021, Bank Aceh berhasil mencatatkan aset sebesar Rp28,2 triliun atau tumbuh sebesar 11 persen bila dibanding tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp25,4 triliun.
Sementara itu, akumulasi dana pihak ketiga (DPK) berhasil dibukukan sebesar Rp24 triliun, tumbuh sebesar 11,3 persen bila dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni sebesar Rp21,5 triliun. Kenaikan dana pihak ketiga ditopang oleh konstribusi yang positif dari penghimpunan dana murah atau current account saving account (CASA) tabungan dan giro yang memberikan kontribusi sebesar 75 persen bagi total DPK.
Tabungan yang berhasil dihimpun tercatat sebesar Rp10.5 triliun atau tumbuh sebesar 15 persen. Sementara itu, giro tercatat sebesar Rp7,4 triliun atau tumbuh sebesar 14 persen bila dibanding periode sama pada tahun sebelumnya.
Di sisi intermediasi, ujar Haizir, Bank Aceh juga berhasil menyalurkan pembiayaan sebesar Rp16,3 triliun, atau tumbuh sebesar 7 persen bila dibandingkan periode sebelumnya yakni sebesar Rp15,2 triliun.
“Kualitas aset produktif masih on the track, masih lebih baik dari target yang telah ditetapkan,” ujar Haizir.
Dikatakan, capaian positif kinerja di tahun 2021 merupakan wujud dukungan seluruh pihak yang telah memberi kepercayaan kepada Bank Aceh. “Alhamdulillah, di tengah kondisi perekonomian yang belum kondusif akibat pandemi, Bank Aceh mampu menunjukkan akselerasi yang baik dengan kinerja yang positif,” ujar Haizir.
Transformasi Bisnis
Kinerja apik yang diperoleh Bank Aceh tak lepas dari transformasi digital yang dilakukan. Sepanjang tahun 2021, Bank Aceh telah meluncurkan sejumlah produk baru berbasis digital.
Tambahan fitur layanan Action Mobile Banking, penerapan Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS, Kartu Debit, ATM Setor Tarik, dan Electronic Data Capture (EDC). Sementara itu, pada 20 Desember 2021, Bank Aceh juga telah meluncurkan uang elektronik dengan nama Pengcard. Kehadiran Pengcard merupakan upaya Bank Aceh memperluas jaringan bisnis tidak hanya kepada nasabah.
“Perubahan perilaku konsumen di tengah pandemi COVID-19 semakin mempercepat akselerasi digitalisasi di seluruh sektor, terutama perbankan. Alhamdulillah, Bank Aceh dapat adaptif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Ditambahkan Haizir, dalam mengembangkan platform transaksi perbankan, Bank Aceh kini tengah memperkuat ekspansi ekosistem digital melalui kolaborasi dengan mitra strategis serta melakukan berbagai inovasi layanan digital.
“Transformasi digital dilakukan dengan fokus untuk mendapatkan efisiensi melalui digitalisasi proses bisnis dan menciptaan value yang baru bagi produk dan layanan Bank Aceh,” ujar Haizir.
Pembukaan Jaringan Kantor
Di tahun 2021, Bank Aceh juga telah berhasil mencatat sejarah baru. Pada 20 Desember 2021 lalu, Bank Aceh berhasil membuka jaringan kantor di ibu kota Jakarta.
Cabang Jakarta menjadi kantor Cabang yang ke 27 bagi Bank Aceh. Selain itu, Bank Aceh juga telah membuka satu jaringan kantor Cabang Pembantu Samadua, di Kecamatan Samadua, Aceh Selatan.
Haizir mengatakan, pembukaan jaringan kantor di Jakarta sekaligus menandai ekspansi Bank Aceh di kancah nasional. Kehadiran di Jakarta diharapkan dapat membawa Bank Aceh menjadi perbankan daerah yang mampu bersaing secara nasional.
“Kantor Cabang Jakarta diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan baru bagi kinerja keuangan Bank Aceh di masa yang akan datang,” ujar Haizir.
Selain fokus pada sektor korporasi, kehadiran Bank Aceh di Jakarta diharapkan dapat mendukung roadmap perbankan syariah nasional.
“Bank Aceh harus menjadi bagian penting bagi arah pengembangan industri perbankan syariah dan pembangunan ekonomi nasional,” ujarnya.
Ditambahkan Haizir, hal itu bukanlah hal yang mustahil, mengingat sebelumnya Bank Aceh telah menjadi bank pertama di Indonesia yang berhasil melakukan konversi ke sistem syariah. Apalagi, saat ini sejumlah bank telah mengikuti jejak Bank Aceh melakukan konversi.
“Selain Bank NTB yang telah melakukan konversi, saat ini, sejumlah bank daerah juga tengah melakukan persiapan bagi proses konversi ke sistem syariah seperti Bank Nagari, Bank Riau Kepri, dan Bank Bengkulu. Sementara itu, Bank Kalsel saat ini tengah melakukan penjajakan terhadap proses konversi,” ujar Haizir
Dia menambahkan, implementasi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Nomor 11 Tahun 2018 tentang lembaga keuangan sayriah, menurutnya menjadi salah satu kekuatan bagi Bank Aceh untuk hadir di Jakarta.
“Penerapan Qanun memberikan semangat bagi Bank Aceh untuk dapat menyosialisasikan penerapan qanun dimaksud di daerah ibu kota,” ujar Haizir.
Sebagai bank milik daerah, dikatakan Haizir, Bank Aceh terus bersinergi dengan Pemerintah Aceh maupun kabupaten/kota dalam rangka penguatan modal maupun kerjasama yang tidak hanya berorientasi bisnis maupun profit, tetapi lebih kepada aksesibilitas masyarakat Aceh terhadap layanan perbankan.
“Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak, Gubernur Aceh sekaligus pemegang saham pengendali, Ir Nova Iriansyah MT, Bupati dan Wali Kota yang terus mendukung aktivitas bisnis Bank Aceh. Begitupun DPRA dan DPRK, yang saat ini terus memberikan dukungan bagi Bank Aceh, baik dalam penguatan modal maupun regulasi,” ujarnya. (*)