Banda Aceh (Waspada Aceh) – 1530 Peserta dari 85 sekolah SMP/MTsN, SMP dan MAN/Dayah sederajat mengikuti RIAB Fair 2019 yang dilaksanakan Minggu 6-10 Oktober 2019 di MAS RIAB, Desa Gue Gajah, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten, Aceh Besar.
Kepala Sekolah MAS Ruhul Islam Anak Bangsa (RIAB) Aceh, Kusnadi, menjelaskan, RIAB Fair VIII mempertandingkan 27 jenis lomba atau cabang. Antara lain, cabang tahfiz cerdas cermat, khaligrafi story telling, olimpide matematika terintegrasi, fisika, kimia dan biologi. Selain itu, counting kontes pidato berbahasa Ingris, bahasa Arab, cipta puisi dan cerpen.
Riab Fair VIII tahun ini ditambah lima cabang olahraga baru, antara lain, cabor panahan.
“RIAB Fair ini sudah menjadi kalender tahunan dan kita terus mengevaluasi setiap tahun untuk meningkatkan sisi kuantitas dengan jumlah partisipasi peserta yang makin bertambah mau pun sisi kualitasnya,” papar Kusnadi usai prosesi membukaan RIAB Fair, yang dihadiri Pembina MAS RIAB, Prof Dr Syamsuddin Mahmud, Ketua Yayasan RIAB, Razali Yusuf, Ketua Komite RIAB, Prof DR Sahrizal Abbas, para wali santeri, peserta dan undangan lain.
Kadis Pendidikan Dayah Aceh Usamah El Madni, sebelum membuka secara resmi RIAB Fair 2019, memberi apresiasi atas konsistensi Dayah RIAB melaksanakan RIAB Fair setiap tahunnya.
“Saya menilai event ini cukup visioner. Yang penting melalui event ini bisa melahirkan optimistis menghadapi masa depan para siswa di dunia kerja,” kata Usamah kepada wartawan di sela pembukaan RIAB Fair.
Melalui RIAB Fair, ini, lanjut dia, dapat memantik anak didik yang memiliki potensi untuk diasah terus. “Selama ini, putra putri kita memiliki potensi, tapi karena tidak ada wadah atau event seperti ini, wal hasil potensi itu hanya tersimpan seperti emas di perut bumi, yang tidak pernah tersentuh.”
Dia juga menyebut dayah atau pondok pesantren bukan lagi kaum sarungan. Bahkan sekarang ini ada fenomen menarik, para orang tua dan wali, ramai ramai memasukkan anak-anaknya ke pondok pesantren.
“Orang tua yakin memasukkan anak ke dayah akan menjadi anak yang terbaik. Fenomena menarik, orang tua lebih optimis bila anak dididik di dayah,” ungkap Usamah, yang mencontohkan, Guru Besar, Prof Dr Syahriza Abbas, yang memasukkan anaknya di Dayah RIAB.
Karena itu, Usamah juga optimis bahwa pesantren atau dayah di Aceh memiliki prospek di masa depan. “Saya yakin, jalur birokrasi di Aceh ke depan akan di isi oleh para alumni sekolah dayah atau pesantren terpadu seperti halnya MAS Ruhul Islam Anak Bangsa ini,” ujarnya.
Memasukkan akan ke dayah, lanjut Usamah, dinilai para orang tua berada pada jalur yang benar. Paling tidak ada dua tanggung jawab selaku orang tua yang sudah dilaksanakan kepada anak. Pertama, tanggung jawab duniawi. Dengan memasukkan anak ke dayah, ilmu dunia atau saint kita dapat dan kedua, selaku orang tua, kita sudah lepas tanggung jawab kepada Allah SWT.
Sebelumnya, pembina MAS Ruhul Islam Anak Bangsa, Prof Dr Syamsuddin Mahmud mengkilas balik sejarah berdirinya Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa. Ketika Prof Syamsuddin Mahmud sebagai Gubernur Aceh, dia mendirikan sekolah SMU umum, SMA Modal Bangsa, yang sampai sekarang menjadi sekolah favorit di Aceh karena alumninya bisa masuk di perguruan tinggi ternama di tanah air.
“Tahun pertama kita bisa masukkan 17 alumni di ITB, UI dan UGM,” kenang Prof Syamsuddin Mahmud, yang ahli moneter Indonesia ini. Setelah itu, alumni SMA Modal bangsa diterima baik di dalam maupun perguruan tinggi di luar negeri.
Untuk menyeimbangkan sekolah umum dan sekolah agama, maka timbul ide melahirkan Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa Putra. Lalu merekrut siswa putri dan sekarang menjadi MAS Ruhul Islam Anak Bangsa, yang alumninya juga sudah terbesar di sejumlah PTN ternama di Indonesia dan juga luar negeri seperti di Al Azhar Kairo. (b01)