Minggu, Desember 22, 2024
spot_img
BerandaOpiniKetika Kebudayaan dan Pariwisata Jadi Pintu Masuk "Aceh Hebat"

Ketika Kebudayaan dan Pariwisata Jadi Pintu Masuk “Aceh Hebat”

“Salah satu pintu kesempatan itu adalah kebudayaan dan pariwisata. Lewat pintu yang dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, berbagai lokasi wisata yang ada di berbagai daerah di Aceh terus tumbuh dan menguat”

Oleh: Ir. Nova Iriansyah, M.T.

Mewujudkan “Aceh Hebat” sudah menjadi mandat Pemerintah Aceh yang harus dicapai selama priode lima tahun, terhitung sejak tahun 2017. Kini, perjalanan Aceh Hebat ini sudah memasuki usia dua tahun, dan akan selesai pada 2022.

Dalam dua tahun masa kerja, ada hal-hal positif yang telah dicapai. Tapi tentu masih ada juga yang butuh kerja keras, plus kerja cerdas. Bahkan, apa yang sudah bisa dicapai pun masih perlu dimaksimalkan, seraya tetap memanjatkan syukur atas apa yang sudah dicapai agar terhindar dari kufur nikmat.

Sikap syukur tentu kita sertai dengan pandangan optimis bahwa Allah SWT, akan terus menambah nikmat kepada kita semua. Itu artinya, jika satu pintu kesempatan tertutup, Allah SWT telah menyediakan pintu kesempatan lainnya, yang akan disediakan untuk kita, selama kita tekun bekerja keras.

Jika pintu masuk melalui investasi belum diperoleh nikmat kesejahteraan, akibat prosesnya memakan waktu agak lama, bahkan terkadang ada yang cenderung melambat, namun karena kita semua terus mengasah rasa syukur kita atas nikmat dariNya, maka pintu kesempatan lainnya tetap dibukakan.

Salah satu pintu kesempatan itu adalah kebudayaan dan pariwisata. Lewat pintu yang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh ini, berbagai lokasi wisata yang ada di berbagai daerah di Aceh terus tumbuh dan menguat.

Tentu saja, pintu kesempatan ini perlu dimaksimalkan. Tidak boleh dibiarkan begitu saja, apalagi dikelola dengan cara biasa-biasa saja. Dan, apapun cara itu, mengelola arus bangkit kebudayaan dan pariwisata di Aceh tidak boleh juga terlepas dari tali ikat religiusitas. Kita berpegang terus pada “Tali Allah,” InsyaAllah jalan terbuka.

Tali ikat religiusitas ini adalah identitas sekaligus citra diri kita sebagai negeri syariah, sebagai bukti bahwa kita adalah penduduk dari daerah yang senantiasa bersyukur dan memiliki pandangan bahwa Allah SWT lah sumber pemberi rezeki.

Itu maknanya, semua pintu masuk kita menuju Aceh Hebat, termasuk melalui pintu masuk kebudayaan dan pariwisata, haruslah mencerminkan tujuan bersyariat. Baik soal releginya, soal lingkungannya, soal keselamatannya, termasuk juga soal kebersamaan dalam mengelola “properti” titipan Ilahi, alam semesta indah ini.

Pandangan kebersamaan atau kolaborasi ini juga tercermin dalam gerak seni budaya dan alam kita. Sebagai contoh tari Saman itu sendiri. Gerak dalam tari Saman yang sudah diakui UNESCO, dihasilkan dari kesatuan visi pemimpin dengan yang dipimpin, sehingga menemukan pola gerak cepat yang bisa terhindar dari kecelakaan atau benturan.

Begitu juga dengan formulasi alam raya, yang semua saling dukung mendukung sehingga tercipta satu “kosmos” lingkungan hidup yang mendukung bertumbuhnya kehidupan.

Gerak cepat yang awalnya bisa jadi susah dan kerap gagal di awal, justru menjadi formula yang indah dan mendatangkan kekaguman. Sama dengan kerja mengelola pemerintah untuk kerja pembangunan. Walau awalnya susah, gamang, bahkan bisa jadi gagal dalam menjalankan inovasi berbasis teknologi di awal, namun jika terlatih dan melatih diri, akan banyak memberi keuntungan.

Selain itu, keberadaan teknologi yang juga berkah dari produk kebudayaan yang basisnya adalah pemikiran, pengalaman, dan kisah jatuh bangun, dapat dimanfaatkan.

Jadi, berkerja secara kolaboratif tidak untuk dihindari sebab kerja pembangunan tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja, bahkan tidak juga bisa hanya dengan kalangan terbatas (triple helix) saja. Melainkan sudah harus dengan pendekatan lebih banyak pihak atau quadruple helix atau yang juga dikenal dengan istilah QHelix.

Jadi, untuk menurunkan angka kemiskinan yang lebih spektakuler lagi misalnya, tidak bisa lagi hanya mengandalkan pemerintah saja, pihak swasta dan bahkan citizen pun sudah harus memaksimalkan perannya.

Jika di zaman dahulu ada kisah pemimpin yang membawa beras di malam hari untuk warganya, kini semua pihak harus membawa inovasi seraya terus melakukan tindakan karitatif (memberi kasih sayang) agar dalam masa kerja menggapai kesejahteraan, warga yang masih dililit kesusahan hidup tetap ada dalam kasih sayang sesama kita.

Begitu pula dalam kerja-kerja pembangunan menuju Aceh Hebat dari berbagai pintu kesempatan yang dibukakan oleh Allah SWT. Tidak bisa juga hanya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata saja yang turun tangan untuk menata lokasi wisata.

Komponen lain juga perlu ambil bagian, termasuk dari misalnya pihak perbankan melalui dana CSR-nya, atau dari pihak perguruan tinggi guna melakukan studi, atau dari pihak media untuk promosi, atau melalui jaringan sosial penulis untuk share informasi wisata. Bahkan dari organisasi perempuan guna mendukung sektor kuliner dan industri buah tangan atau souvenir, termasuk dalam mengelola homestay sebagai salah satu alternatif rumah inap bagi pelancong.

Dalam bidang pembangunan lainnya, juga sangat dimungkinkan menjadi pintu kesempatan menuju Aceh Hebat. Kesadaran ini menjadi penting dan kala menjadi perspektif yang luas maka Aceh Hebat bukan lagi sekedar mimpi, tidak juga sekedar visi, apalagi hanya sekedar milik pemerintah selama lima tahun.

Aceh Hebat dengan kesadaran kolaboratif, didukung inovasi, disertai rasa syukur, tidak putus asa, senantiasa percaya Allah SWT mengasihi kita semua maka Aceh Hebat akan segera bisa dicapai. Insya Allah.

Pantan Terong, Aceh Tengah, 20 Agustus 2019

Penulis: Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER