Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pro dan kontra bergulir usai DPRA menjelaskan ketentuan poligami dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang digodok Komisi VII DPRA.
Wakil Ketua Komisi VII, Musannif kepada wartawan, Sabtu (6/7/2019) mengatakan, Raqan Hukum Keluarga itu sudah masuk program legislasi DPRA sejak tahun 2018. Qanun ini akan mengatur di antaranya tentang perkawinan, perceraian, dan perwalian.
“Jadi kami dalam badan musyawarah DPRA memutuskan untuk membahasnya sejak awal tahun ini, draftnya juga sudah ada di eksekutif, kita membahas. Salah satu bab mengatur tentang poligami,” ujar Musannif.
Menurut dia, poligami itu pada dasarnya diperbolehkan dalam hukum Islam. Apalagi di Aceh marak terjadi praktik kawin siri.
“Masalahnya kemudian, pertanggungjawaban kepada Tuhan dan anak yang dihasilkan dari proses kawin siri ini sangat lemah,” ujar dia.
Pihaknya mengaku penting mengatur urusan pernikahan semacam ini dengan dalih, jika tidak diatur, dampak bagi masyarakat bakal negatif. “Kalau tidak kita diatur ini bahaya,” tegasnya.
Musannif meyakinkan bahwa pihaknya tidak membahas soal nikah siri, melainkan pernikahan yang tercatat secara negara. Maka ia menekankan ada poin ‘wajib ada izin dari istri pertama’.
“Sementara kalau hukum islam tidak diatur dalam izin itu,” tambah Musanif.
Ia meneruskan adanya sejumlah persyaratan bagi yang ingin berpoligami. Syarat tersebut, akunya, bakal dibahas di dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), termasuk mendiskusikannya dengan lembaga swadaya yang konsen pada isu-isu gender.
Salah satu syarat yang diatur dalam poligami ini, lanjut Musannif, mengacu pada hukum Islam bahwa laki-laki boleh mengawani empat orang.
“Kita batasi sampai empat orang, kalau mau yang kelima harus diceraikan salah satunya,” ujar dia.
Lebih lanjut, Musannif menjelaskan bahwa dalam Raqan Hukum Keluarga, turut diatur hal lain. Mengenai kursus pra-nikah, misalnya. Salah satunya terdapat syarat administratif, yakni calon mempelai harus bebas dari narkoba.
“Ini juga mau diatur soal meminang, mahar, bagaimana posisi laki-laki meminang, dan sebagainya. Ada 200 pasal lebih kurang, jadi ini bukan poligami saja,” imbuhnya.
“Jika menimbulkan pro-kontra, nanti akan RDPU bagi berbagai pihak nanti tanggal 1 Agustus 2019. Jadi kita akan lihat disitu bagaimana nanti respon berbagai lembaga yang kita undang,” tandas Musannif. (Fuadi)