Banda Aceh (Waspada Aceh) – Dalam rangka mendukung visi dan misi Pemerintah Aceh, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melaksanakan program Aceh Hebat Aceh Damai, yang pada RPJMA Aceh 2017-2022 masuk pada misi ketiga, yakni menjaga integritas nasionalisme dan keberlanjutan perdamaian berdasarkan MoU Helsinki.
“Turunan konkritnya dalam program, salah satunya adalah peningkatan kapasitas lembaga perwakilan rakyat daerah. Di sana ada kegiatan pembahasan rancangan peraturan daerah, rapat-rapat paripurna, kegiatan reses, kunjungan kerja pimpinan dan anggota DPRD”.
“Peningkatan kapasitas pimpinan dan anggota DPRD, sosialisasi peraturan perundang-undangan, dan yang terakhir program peningkatan pengembangan dan kesejahteraan di lingkungan sekretariat DPRA, yaitu penyediaan jasa jaminan pemeliharaan kesehatan bagi anggota dewan,” ujar Sekretaris DPRA, Suhaimi, di Banda Aceh, Jumat (17/10/2019).
Lebih lanjut dia menerangkan, tahun 2019 DPRA telah memprogramkan 15 program legislasi Rancangan Qanun (Raqan) peraturan daerah.
“Yang telah dicapai dan diparipurnakan ada 11 rancangan qanun. Saat ini sedang kita proses pada Gubernur Aceh untuk dapat dimasukkan di lembar daerah,” terang Suhaimi.
Selain capaian di atas, sambungnya, pada tahun 2019, anggota dewan periode 2014-2019 juga telah melaksanakan program reses. Namun, kata Suhaimi, sesuai dengan ketentuan dan aturan, kegiatan itu hanya bisa dilakukan sekali.
“Sudah dilakukan bulan Maret yang lalu,” ucap Suhaimi singkat.
Suhaimi melanjutkan, sesuai tupoksi sekretariat dewan, struktur organisasi yang baru sekarang telah mengalami pembaharuan sehingga dapat memaksimalkan kinerja sekretariat dewan.
“Dengan berlakunya peraturan gubernur yang baru, kita sudah ada struktur yang baru, termasuk didalamnya ada Kabag yang memfasilitasi anggaran, kalau dulu belum ada,” sebut dia.
Sebagai sebuah lembaga yang menghasilkan produk politik peraturan daerah, Suhaimi berharap DPRA dapat dibangun ke arah yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan komunikasi dan fungsi koordinasi antara dewan dan kepala daerah. Hal ini, sebut Suhaimi, akan semakin mendukung program Pemerintah Aceh dalam mewujudkan Aceh Hebat.
“Misalnya dalam hal pembahasan anggaran, pembahasan berbagai qanun, atau dalam pemberian rekomendasi yang harus mendapat persetujuan DPRA. Sebelumnya agak sedikit terkendala karena dalam aturan mainnya harus disampaikan 15 hari”.
“Kalau bisa rekomendasi itu ke depan dapat dilakukan sebelum 15 hari sudah ada persetujuan DPRA, agar apa yang dilakukan pak gubernur bisa sistemik, sesuai regulasi yang ada. Tahun 2019 ini penetapan anggaran kita tepat waktu. Yang sangat luar biasa itu menyangkut penetapan APBA tahun 2020, dan kita sudah mengesahkan 11 raqan,” kata Suhaimi.
Ketika disinggung tentang qanun bendera dan lambang yang hingga hari ini masih menjadi polemik, Suhaimi menjelaskan sekretariat dewan hanya berwenang pada aspek fasilitasi. Dia pun menerangkan, sesuai UU 11 tahun 2006, UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP No 12 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tatib, tugas Sekretariat Dewan hanya dua, pelayanan administrasi dan pelayanan keuangan DPRA.
“Kalau ditanya peran kami, kami hanya memfasilitasi. Sekretariat hanya memfasilitasi, tidak masuk pada ranah pembahasan itu sendiri,” tegasnya.
Walau demikian, dia berharap persoalan qanun yang belum jelas juntrungannya itu cepat selesai. Menurut dia, ada hal yang lebih penting untuk dibahas dan ditindaklanjuti.
“Saya berharap persoalan itu cepat selesai, agar polemik ini tidak berlarut-larut. Katanya sudah dicabut, katanya sudah begini, itu kan menghabiskan energi kita untuk memikirkan. Padahal ada hal yang lebih urgent yang perlu ditindaklanjuti. Misalnya antara Gubernur dan DPRA,” kata Suhaimi. (Ria/i)