Banda Aceh (Waspada Aceh) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mendesak Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), segera menyurati Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan Aceh dan sejumlah wilayah di Sumatera sebagai daerah berstatus bencana nasional.
Desakan ini muncul menyusul meluasnya banjir dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Sedangkan penanganan para korban banjir dinilai cukup lamban.
Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, yang akrab disapa Omsol menyatakan lima variabel utama penetapan bencana nasional telah terpenuhi, mulai dari tingginya jumlah korban jiwa hingga keterbatasan kapasitas pemerintah daerah dalam penanganan darurat.
“Ini sudah darurat nasional. Korban jatuh, ribuan mengungsi, infrastruktur rusak, wilayah terdampak meluas, ekonomi lumpuh, dan pemerintah daerah kewalahan,” kata Omsol, Kamis (11/12/2025).
Walhi Aceh mencatat korban banjir dan longsor terus bertambah, sementara ribuan warga masih mengungsi di berbagai titik. Sejumlah infrastruktur seperti jembatan, sekolah, dan jalan provinsi dilaporkan rusak dan terputus, sehingga menghambat evakuasi dan distribusi bantuan.
Wilayah terdampak juga meluas, mencakup 18 kabupaten/kota di Aceh, ditambah sejumlah daerah di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai triliunan rupiah akibat rusaknya lahan pertanian, kebun warga, sektor perikanan, serta hilangnya sumber mata pencaharian.
Menurut Walhi, pemerintah daerah tidak lagi mampu menangani situasi secara mandiri. Keterbatasan logistik, alat berat, serta terhambatnya akses transportasi membuat beberapa desa masih terisolasi hingga hari ini.
Walhi Aceh meminta penetapan status bencana nasional dilakukan segera agar mobilisasi sumber daya, logistik, dan personel penanganan bencana dapat ditingkatkan. Organisasi itu juga mendorong audit lingkungan menyeluruh dan penghentian izin-izin eksploitasi di kawasan rawan bencana.
Penetapan status bencana nasional dinilai penting untuk mempercepat penanganan dan memastikan perlindungan bagi masyarakat terdampak. (*)



