Minggu, Maret 23, 2025
spot_img
BerandaAcehWalhi Aceh: Korupsi di Sektor Lingkungan Perparah Dampak Krisis Iklim

Walhi Aceh: Korupsi di Sektor Lingkungan Perparah Dampak Krisis Iklim

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) menjadi faktor utama yang memperparah krisis iklim di Indonesia.

Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, mengatakan lemahnya pengawasan dan tingginya kepentingan bisnis dalam kebijakan lingkungan membuat krisis iklim semakin sulit dikendalikan.

“Korupsi tidak hanya merusak sistem demokrasi, tetapi juga menghambat kebijakan lingkungan yang berorientasi keberlanjutan,” kata Ahmad Shalihin yang akrab disapa Omsol, Senin (17/2/2025).

Omsol melanjutkan, kepentingan korporasi yang kuat sering kali mempengaruhi kebijakan iklim demi keuntungan jangka pendek, mengorbankan keberlanjutan lingkungan jangka panjang.

Korupsi dan Krisis Iklim memiliki karakteristik yang sama, keduanya paling merusak bagi masyarakat miskin dan rentan karena mereka memiliki akses dan kendali yang lebih sedikit terhadap sumber penghidupan.

Ia menambahkan banyak kasus perizinan tambang dan perkebunan sawit yang diberikan secara tidak transparan, memperburuk kondisi masyarakat rentan yang paling terdampak akibat eksploitasi SDA yang tidak berkelanjutan.

Menurutnya, dampak korupsi terhadap krisis iklim sangat nyata. “Risiko bencana meningkat akibat tata kelola lingkungan yang korup, menyebabkan deforestasi, banjir, dan kebakaran hutan,” ujar Omsol.

Selain itu, kepentingan korporasi sering kali mengintervensi regulasi lingkungan demi keuntungan jangka pendek, yang berujung pada lemahnya penegakan hukum.

Dia juga mengungkapkan berbagai modus korupsi dalam sektor lingkungan, termasuk intervensi dalam kebijakan perlindungan lingkungan, penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan, pemberian suap kepada pejabat terkait, serta konflik kepentingan dalam proyek eksploitasi SDA.

“UU Cipta Kerja, terutama pasal 110 A dan 110 B, membuka celah bagi pemutihan lahan sawit ilegal di kawasan hutan. Ini berbahaya bagi ekosistem kita,” ungkapnya.

Selain itu, ia mengatakan revisi UU Minerba yang memungkinkan perpanjangan izin tambang tanpa lelang dan proyek Carbon Capture and Storage (CCS) yang melibatkan investasi asing dalam skala besar.

Program 20 Juta Hektare Hutan untuk Pangan dan Energi juga dinilai berpotensi merusak ekosistem hutan alam jika tidak diawasi dengan ketat.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Walhi Aceh menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA.

“Masyarakat harus lebih aktif dalam mengawasi kebijakan lingkungan. Pembangunan harus berbasis pada prinsip keadilan sosial dan ekologi,” tegasnya.

Ia juga menekankan kebijakan lingkungan harus menjadi dasar utama dalam perencanaan pembangunan nasional.

Dengan semakin maraknya kasus korupsi yang merusak lingkungan, Walhi Aceh mengajak masyarakat sipil dan media untuk lebih aktif dalam mengawal kebijakan lingkungan yang lebih berkelanjutan.

“Pemberantasan korupsi dalam sektor SDA harus menjadi prioritas agar upaya penanganan krisis iklim dapat berjalan efektif,” tuturnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER