Senin, November 25, 2024
spot_img
BerandaWALHI Aceh Dorong Pemerintah Revisi Qanun RTRW Cegah Bencana Hidrologi

WALHI Aceh Dorong Pemerintah Revisi Qanun RTRW Cegah Bencana Hidrologi

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menilai, bencana hidrologi seperti banjir dan longsor kerap terjadi setiap tahun, merupakan persoalan klasik yang hanya direspon saat kejadian.

Sementara pemerintah selama ini sering mengabaikan pencegahan agar bencana tidak kembali terjadi, kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, Selasa (21/12/2021).

Dia mengatakan, bencana hidrologi yang terjadi setiap tahunnya, bukti kerusakan hutan semakin parah terjadi di Aceh. Baik itu karena alih fungsi hutan, illegal logging, perambahan, pertambangan liar serta pembangunan yang tidak ramah lingkungan.

Lanjutnya, kerusakan hutan di kawasan hulu sungai merupakan daerah tangkapan air, juga telah berdampak. Terjadi banjir maupun longsor setiap tahunnya. Bencana hidrologi ini tentunya merugikan masyarakat, katanya.

Dia memberi contoh meluapnya sungai Krueng Inong di Gampong Lhok Guci, Kecamatan Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat, pada Senin malam (20/12/2021). Banjir ini mengakibatkan jembatan gantung penghubung Gampong Cot Manggie, Kecamatan Panton Reu, putus.

“Jadi yang terdampak itu tidak hanya di hulu, tetapi hilir juga sangat berdampak karena banjir akibat kerusakan hutan di Aceh. Sejumlah sungai meluap, ini karena alih fungsi hutan yang tidak diselesaikan oleh pemerintah,” kata Ahmad Shalihin.

Shalihin yang akrap disapa Om Sol menyebutkan, solusi mengurangi bencana hidrologi di Aceh butuh komitmen Pemerintah Aceh. Yaitu menghentikan penebangan hutan, pembukaan lahan dan juga pertambangan ilegal yang membuat kerusakan hutan semakin parah.

Menurutnya, bencana hidrologi yang terjadi di Aceh tidak bisa ditangani hanya oleh satu institusi, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Tetapi harus terintegrasi dan dilakukan secara bersama-sama. Katanya, hal itu karena persoalan yang dihadapi saat ini cukup komplek.

Dia mengatakan, perlu melakukan revisi Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sebutnya, itu menjadi solusi jangka panjang agar bencana hidrologi bisa diatasi secara bersama-sama.

Dengan adanya revisi Qanun RTRW, sebutnya, memiliki acuan dalam pemanfaatan ruang, pengembangan wilayah serta bisa mewujudkan keseimbangan pembangunan di kabupaten/kota. Selain itu memiliki kesamaan pandangan dalam pengambilan kebijakan, baik dalam pemanfaatan hutan maupun pemanfaatan ruang dan wilayah lain, katanya.

“Sehingga tata kelola hutan, maupun lainnya bisa dilakukan dan ini merupakan solusi jangka panjang yang bisa dilakukan pemerintah,” jelasnya.

WALHI Aceh mendesak Pemerintah Aceh untuk segera merevisi Qanun RTRW Aceh 2013-2033. Revisi dianggap penting selain untuk melindungi hutan, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), juga pemanfaatan lainnya dari dampak pembangunan.

Berdasarkan kajian WALHI Aceh, sebut Om Sol, subtansi dari Qanun RTRW Aceh masih bermasalah. Sehingga terjadi beragam persoalan lingkungan hidup di Aceh. Ini tidak terlepas dari ketidaksempurnaan tata ruang.

“Misalnya krisis ruang budi daya terutama wilayah kelola masyarakat di kabupaten/kota yang diapit oleh kawasan hutan dan konservasi,” jelasnya.

Selain itu, kata Om Sol, dalam revisi Qanun RTRW perlu paninjauan peruntukan kawasan hutan di dalamnya ada fasilitas umum, sosial, pemukiman warga, pertokoan dan sejumlah persoalan lainnya. (Cut Nauval)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER