Banda Aceh (Waspada Aceh) – Kasi Tindak Lanjut Kasus Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Aceh, Nurjanisah, mengecam pelecehan seksual oleh pimpinan dayah di Langsa. Dia mendesak hukuman berat bagi pelaku dan membantu pemulihan korban.
Nurjanisah, mengatakan pihaknya sudah turun melakukan penjangkauan dan identifikasi terhadap kasus ini. Ia mengatakan kasus ini sudah ditangani oleh Polres Langsa dan didampingi oleh UPTD PPA Kota Langsa.
“Kami sangat menyayangkan terjadinya kasus ini, apalagi di lingkungan pendidikan agama yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat. Kami menilai bahwa yang salah bukan agamanya, melainkan oknum atau personilnya yang kurang bermoral,” kata Nurjanisah kepada Waspadaaceh.com, Selasa (31/10/2023).
Menurut Nurjanisah, dari hasil penjangkauan yang dilakukan oleh UPTD PPA Provinsi Aceh, diketahui ada tiga korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum pimpinan dayah tersebut. Namun, hanya dua orang yang melaporkan ke Polres Langsa. Laporan diterima Polres langsa pada tanggal 10 Oktober 2023 pukul 14.00 WIB.
“Proses hukum sedang berjalan dan kami mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) tahun 2022. Kami harap kasus ini bisa menjadi efek jera bagi siapa pun yang melakukan pelecehan terhadap perempuan dan anak,” tegasnya.
Nurjanisah juga mengungkapkan bahwa korban pelecehan seksual ini membutuhkan pemulihan psikologis untuk menghindari dampak negatif seperti trauma berkelanjutan dan depresi. Oleh karena itu, pihaknya memberikan pendampingan psikologis kepada korban melalui konseling dengan pendamping UPTD PPA.
“Korban ini mendapat konseling secara intensif dengan pendamping UPTD PPA. Kami ingin mereka bisa pulih dan melanjutkan kehidupan mereka dengan normal. Sedangkan pelaku saat ini ditahan oleh Polres Langsa dan kami mengawasi proses hukumnya,” ujarnya.
Nurjanisah menambahkan, kasus kekerasan seksual seperti ini tidak bisa diselesaikan dengan mediasi, melainkan harus diproses secara hukum. Ia mengapresiasi kebijakan pemerintah yang sudah mengeluarkan UU PKS tahun 2022 yang memberikan perlindungan lebih besar bagi korban kekerasan seksual.
“UU PKS 2022 membuktikan keseriusan pemerintah dalam menangani kekerasan seksual. Di dalam undang-undang ini banyak pasal-pasal yang memberatkan pelaku kekerasan seksual, terutama jika pelakunya adalah orang terdekat atau pendidik. Jadi kami rasa upaya untuk efek jera sudah cukup dengan UU PKS 2022,” tuturnya.
Ia juga berharap agar lembaga pendidikan agama bisa bersinergi dengan UPTD PPA dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual. Ia mencontohkan program dayah ramah anak yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para ustad tentang hak anak dan hukum.
“Kami melihat ada fenomena semakin banyaknya oknum pendidik yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual. Kami tidak ingin hal ini merusak citra dayah sebagai lembaga pendidikan agama.”
“Kementerian Agama sudah sangat serius dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Berbasis Agama. Kami berharap lembaga pendidikan agama ini bisa bekerja sama dengan kami dalam program dayah ramah anak. Kami ingin para ustad bisa memahami hak-hak anak dan melek hukum,” jelasnya. (*)