Kamis, Mei 2, 2024
Google search engine
BerandaUntuk Lindungi Pelaku UMKM, Aceh Cabut Jam Malam

Untuk Lindungi Pelaku UMKM, Aceh Cabut Jam Malam

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sepakat mencabut pemberlakuan jam malam sampai nantinya program sosial safety net untuk melindungi pekerja informal dan harian, seperti pelaku UMKM yang bergiat di malam hari bisa dilakukan.

Hal itu penting untuk melindungi perekonomian pekerja dari pelemahan ekonomi akibat wabah COVID-19, kata Plt Gubernur Aceh di Banda Aceh, Sabtu (4/4/2020).

“Karena belum diikuti program sosial yang baik, jam malam kita hentikan dulu sampai kemudian nanti kita kembalikan. Banyak dari UMKM berdagang di malam hari,” kata Nova.

Penghentian pemberlakukan jam malam dilakukan mulai Sabtu malam ini, usai seluruh Forkopimda Aceh menandatangani maklumat pencabutan tersebut.

Pemerintah Aceh kembali pada peraturan pusat, yaitu PP No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Artinya, pemerintah tetap mengimbau masyarakat untuk menghindari berkumpul secara berkelompok dan memberikan pembatasan secara sosial.

Nova meyakini, selama sepekan terakhir pembatasan aktifitas warga di malam hari telah memberikan efek luar biasa pada pembatasan penyebaran COVID-19 di Aceh.

“Setidaknya seminggu terakhir secara ekstrem kita sudah mencoba menghentikan penyebaran virus ini,” kata Nova. “Paling tidak setengah dari 24 jam orang tidak berinteraksi sosial.”

Rapat Forkopimda Aceh memutuskan pencabut jam malam di Aceh, Sabtu (4/3/2020). (Foto/Ist)

Nova menegaskan dicabutnya maklumat tentang pembatasan jam malam untuk tidak diartikan oleh masyarakat, bahwa masyarakat boleh kembali berkumpul beramai-ramai. Dia meminta agar kedisiplinan masyarakat terus ditingkatkan.

Sementara itu umlah orang dalam pemantauan (ODP) COVID-19 di Provinsi Aceh tercatat sebanyak 1.176 kasus. Ada penambahan sebanyak 65 kasus dibandingkan sehari sebelumnya yang mencapai 1.111 kasus.

ODP yang telah selesai masa pemantauan 343 kasus, dan yang masih dalam proses pemantauan petugas kesehatan 833 kasus, kata Juru Bicara COVID-19 Aceh, Saifullah Abdulgani atau SAG, dalam rilis update informasi harian Percepatan Penanggulangan COVID-19 Aceh, hingga Sabtu, 4 April 2020, pukul 15.00 WIB.

Jubir Pemerintah Aceh yang akrab disapa SAG itu, melaporkan data akumulatif yang dikumpulkan dari 23 kabupaten/kota, melalui Posko COVID-19 Kesehatan Aceh.

Angka itu diyakini bukanlah angka riil. Dikhawatirkan fenomena puncak gunung es bisa terjadi usai pemerintah melakukan rapid tes di seluruh Aceh. Memang rapid tes yang disebar masih terbatas, yaitu berjumlah 2.500 unit, dari 25 ribu target Pemerintah Aceh. Karena kekhawatiran itu, Nova berharap masyarakat patuh untuk sementara waktu tetap di rumah agar mata rantai COVID-19 bisa tertangani.

Sembari menunggu laboratorium Unsyiah dan Kemenkes diefektifkan, Nova mengimbau masyarakat untuk tetap menghindari keramaian.

Nova menyebutkan, Pemerintah Aceh telah bekerja maksimal untuk menghindari penyebaran virus tersebut di Aceh. Gerak cepat Aceh dimulai pada 22 Januari lalu. Di mana saat COVID-19 terdeteksi di Hubei Wuhan, China, pemerintah langsung membangun komunikasi dengan mahasiswa Aceh di sana. Fokus saat itu adalah memulangkan mahasiswa sembari membentuk posko di Banda Aceh dan Jakarta.

“Kita terus memantau kondisi mereka baik menghubungi langsung maupun melalui Kementerian Luar Negeri dan Komisi I DPR RI,” kata Nova. Upaya itu berujung manis, di mana mahasiswa Aceh dipulangkan bersama ratusan warga Indonesia lainnya dari China, meski kemudian harus dikarantina di Kepulauan Riau.

Awal Februari, saat penyebaran terdeteksi keluar China, Pemerintah Aceh menunjuk dua rumah sakit rujukan, yaitu Rumah Sakit Zainoel Abidin di Banda Aceh dan Rumah Sakit Cut Meutia di Aceh Utara. Dari sisi sosial, Pemerintah Aceh membentuk gugus tugas yang kemudian disesuaikan kinerjanya dengan Kepres No.7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan Keppres No.9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Berlanjut di akhir Maret, di mana pemerintah membatasi kegiatan malam hari bagi warga di seluruh Aceh melalui Maklumat Forkopimda, imbas dari ditemukannya kasus masyarakat positif COVID-19.

Namun dengan keluarnya PP No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar maka Pemerintah Aceh mengevaluasi maklumat tersebut, sampai skema social safety net berhasil disusun.

“Kalau warga kita memang belum siap (dengan kebijakan pembatasan jam malam), kita siap revisi,” kata Nova. Yang pasti, berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah bertujuan menghambat penyebaran COVID-19 di Aceh dan Indonesia. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER