Banda Aceh (Waspada Aceh) – UIN Ar-Raniry mendorong reposisi studi Islam Asia Tenggara agar tidak lagi dipandang sebagai wilayah pinggiran dalam tradisi Islam global. Kawasan ini justru dinilai memiliki varian otentik yang lahir dari interaksi dengan sejarah, budaya, dan masyarakat setempat.
Hal itu terungkap dalam Webinar Seri #9 Kajian Studi Islam yang digelar Program Doktor Studi Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Jumat (12/9/2025).
Guru Besar UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Prof. Helmiati menegaskan bahwa Islam Asia Tenggara perlu dipandang sebagai pusat penghasil pengetahuan, bukan sekadar penerima pengaruh dari Timur Tengah.
“Islam di kawasan ini adalah varian otentik. Ia berkembang melalui interaksi dengan sejarah, budaya, dan masyarakat setempat. Jadi sama sahihnya dengan tradisi Islam di kawasan lain,” ujar Helmiati.
Dalam paparan webinar, Helmiati menawarkan enam perspektif baru: membebaskan diri dari paradigma Middle East-centric, menekankan pendekatan interdisipliner, menempatkan Asia Tenggara dalam jejaring transnasional Islam, mengangkat sarjana lokal sebagai produsen pengetahuan, mengakui keunikan tradisi lokal, serta menegaskan kawasan ini sebagai penghasil pengetahuan yang memperkaya diskursus Islam dunia.
Helmiati menambahkan, praktik keagamaan lokal yang kerap dianggap kurang murni justru mencerminkan kreativitas masyarakat Asia Tenggara. “Kontribusi kawasan ini nyata, terutama dalam hal demokrasi, moderasi, dan resolusi konflik,” katanya.
Webinar dipandu Hermansyah dan dibuka oleh Ketua Prodi Doktor Studi Islam UIN Ar-Raniry, Prof. Syamsul Rijal Acara diikuti mahasiswa Program S3 Studi Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry.
Dalam sambutannya, Syamsul menekankan pentingnya meninjau ulang studi Islam Asia Tenggara dengan perspektif baru. “Karena itu diperlukan pendekatan baru untuk memahami Islam Asia Tenggara,” ujarnya.
Lebih jauh, Syamsul menyebut kajian ini diharapkan mampu menghasilkan konsep “Islam Berkemajuan”, sebagai representasi sinkretisme dengan budaya lokal yang menawarkan narasi alternatif damai dan inklusif. (*)