“Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh menjadi isu mendesak yang memerlukan perhatian serius”
Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh terus menguatkan perannya dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak, UPTD PPA menyediakan enam layanan utama untuk mendukung pemulihan korban.
Perlindungan Komprehensif
Plt. Kepala UPTD PPA Aceh, Faula Mardalya, menjelaskan layanan UPTD PPA mencakup pengaduan langsung maupun daring.
Juga penjangkauan pihak terkait untuk kasus yang tidak dilaporkan, pengelolaan kasus hingga selesai, pendampingan menyeluruh, layanan mediasi untuk kasus-kasus ringan, serta penyediaan rumah aman bagi korban yang merasa terancam.
“Pendekatan kami tidak hanya menangani kasus dari aspek hukum saja, tetapi juga memastikan pemulihan menyeluruh bagi korban,” ujar Faula, kepada Waspadaaceh.com, Rabu (20/11/2024).
Faula menjelaskan, berdasarkan data UPTD PPA Aceh per 31 Oktober 2024, terdapat 50 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang langsung ditangani. Dari jumlah tersebut, 12 kasus melibatkan pasangan suami-istri, 18 oleh orang tua, 5 oleh pacar atau teman, 1 oleh keluarga/saudara, dan 9 kasus lainnya.
Berdasarkan lokasi kejadian, kasus kekerasan didominasi oleh rumah tangga dengan jumlah 31 kasus. Jika dilihat berdasarkan jenis kasus, mayoritas merupakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 29 kasus, disusul oleh pelecehan seksual sebanyak 7 kasus.
Bentuk kekerasan yang dialami korban didominasi oleh kekerasan psikis sebanyak 46 kasus, disusul oleh kekerasan fisik (15 kasus), kekerasan seksual (12 kasus), eksploitasi (1 kasus), dan penelantaran (12 kasus), dengan total 86 bentuk kekerasan. Mayoritas korban berasal dari latar belakang pendidikan lulusan sekolah dasar.
Faula menambahkan bahwa terdapat 84 kasus yang dirujuk melalui berbagai UPTD PPA di Aceh, dengan kasus KDRT mendominasi. Bentuk kekerasan yang dialami korban juga mayoritas berupa kekerasan psikis.
Untuk mendukung pemulihan korban, UPTD PPA bekerja sama dengan beberapa universitas dan lembaga dalam menyediakan konselor dan psikolog yang menangani trauma healing.
Trauma Healing untuk Pemulihan
Kasi Tindak Lanjut Kasus UPTD PPA, Nurjanisah, menekankan pentingnya trauma healing dalam pemulihan korban kekerasan, terutama perempuan dan anak.
“Trauma fisik maupun psikis yang dialami korban dapat berdampak panjang. Kami menggunakan pendekatan menyeluruh dalam pemulihan,” jelasnya.
Metode trauma healing yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan korban. Misalnya, anak-anak membutuhkan pendekatan melalui kegiatan seperti melukis atau bermain agar merasa nyaman.
Setiap korban membutuhkan pendekatan dan penanganan yang berbeda, baik berdasarkan kategori usia, jenis kelamin, maupun latar belakang kasus. Beberapa korban bahkan belum berani berbicara meskipun telah menjalani beberapa kali pemeriksaan.
Terapi psikologis diberikan setelah proses hukum selesai, namun selama proses hukum, penguatan emosional tetap diberikan.
“Penanganan kasus, terutama untuk anak-anak, harus cepat dan idealnya selesai maksimal dalam tiga bulan untuk segera dilakukan proses pemulihan,” jelasnya.
Saat ini, UPTD PPA Aceh memiliki belasan konselor dan psikolog, serta bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat seperti Yayasan Pulih Aceh.
UPTD PPA Aceh terus menjalin kerja sama dengan SKPA (Satuan Kerja Perangkat Aceh), Baitul Mal, dan stakeholder lainnya. Penanganan kasus ini melibatkan berbagai sektor, masing-masing dengan tupoksi dan perannya.
Berdasarkan hasil koordinasi sebelumnya melalui pertemuan dengan berbagai stakeholder, UPTD PPA kini sedang mempersiapkan aturan turunan dari Qanun Nomor 9 Tahun 2019 tentang SOP Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
“Dengan dukungan berbagai pihak dan pendekatan yang tepat, kami berharap korban dapat menemukan kekuatan untuk melangkah maju,” ujarnya.
Selama proses trauma healing dan pemulihan, kata Nurjanisah, korban merasakan dampak positif, seperti merasa lebih dihargai, berdaya dan memiliki semangat untuk bangkit, tidak lagi putus asa.
Ke depan, UPTD PPA Aceh berencana membentuk support group bagi korban sebagai ruang aman untuk berbagi dan mendapatkan dukungan psikososial. “Support group penting untuk memberikan ruang aman bagi korban agar bisa saling menguatkan,” tuturnya.
Sementara itu, Psikolog Klinis Psikodista yang fokus pada penanganan anak dan perempuan, Siti Rahmah, mengatakan bahwa terapi merupakan langkah paling efektif untuk membantu anak pulih dari trauma.
Psikolog terlatih dapat memberikan dukungan emosional dan psikologis yang dibutuhkan selama proses penyembuhan.
Ia juga menambahkan, beragam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak memerlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam penanganannya.
Rahmah berharap upaya penanganan dilakukan secara komprehensif, termasuk edukasi ulang bagi masyarakat dan pihak terkait, untuk mencegah kekerasan lebih lanjut. (*)