Banda Aceh (Waspada Aceh) – Tgk Jalil Bin Ismail, salah seorang tokoh pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) asal Barsela (Barat-Selatan Aceh), Kamis (21/5/2020) pukul 12.55 waktu Stockholm, Swedia, dilaporkan meninggal dunia akibat serangan virus Corona atau COVID-19.
Adnan NS, salah seorang deklarator Kabupaten Aceh Jaya, mengatakan kepada Waspadaaceh.com, Jumat (22/5/2020), dia memperoleh kabar duka itu beberapa menit setelah Tgk Jalil Bin Ismail, meninggal dunia.
“Saya memperoleh kabar ini langsung dari putra sulungnya, Mustafa via telepon selular. Berita serupa juga beruntun dan berantai dari seantero dunia maya yang mengiasi layar WhatsApp dari rekan lain di Stockholm, Swedia, Norwegia dan Denmark serta negara lainnya,” kata wartawan senior yang mantan Ketua PWI Aceh ini.
Mengetahui tokoh pejuang AM (Aceh Merdeka) ini dalam kondisi sakit terserang COVID-19, warga Jenatan Krueng Sabe dan Panga, Aceh Jaya, beberapa malam sebelumnya sempat melangsungkan wirit yasin.
Suami Rohani dan Ayah dua putri, tiga putra dan kakek dari 13 cucu ini menghembuskan nafas terakhir di kediamannya di Norsborg, Stockholm, Swedia dalam usia 80 tahun lebih.
Perjuangan Tgk Jalil Bin Ismail
Pejuang Aceh Merdeka angkatan pertama dari Barsela (Barat-Selatan Aceh) ini, diterbangkan langsung ke Stockholm sekitar pertengahan 1983 lalu oleh pihak UNHCR via Bandara Sepang, Kuala Lumpur, setelah beberapa bulan ditempatkan di kamp pengungsi.
Adnan menyebutkan, Bang Jali atau Yahwa Jali, panggilan akrab keluarga di dua kecamatan di Aceh Jaya ini, sekitar tahun 1979 sempat ditangkap Intel Kodim 105/Aceh Barat. Masa Komkamtib pimpinan Laksamana Sudomo, dia sempat digebuki, ditendang dan direndam beberapa malam di kompleks Makorem 112 Teuku Umar, Ujung Kareueng, Melaboh.
“Ketika itu Jalil Cs dituduh membakar sejumlah alat berat pemotong dan pengangkat kayu logging di Keunareueh, Setia Bhakti, milik salah satu perusahaan kayu ternama,” lanjut Adnan yang mantan Anggota DPD RI asal Aceh ini.

Tidak sampai di situ, kata Adnan, tuduhan berlapis sebagai pembuat teror, pengganggu Kamtibmas diterimanya. Dia pun dipenjarakan di LP Keudah, Banda Aceh, selama 2 tahun lebih. Saat dilepaskan sebagai napi politik, terlebih dahulu dia disumpah di bawah kitab suci Al-Quran, ujar Adnan.
Hanya beberapa bulan di kampung istrinya di Panga dan kampung kelahirannya, Krueng Sabee, dia merasa gerak langkahnya terus dimata-matai intel. Dia kemudian menyelinap dalam truk kayu menuju Banda Aceh. Dia sempat singgah di Panglong kayu terbesar di Seutui milik MKB.
Keesokan harinya, Tgk Jalil menuju Pidie untuk bertemu dengan Panglima Perangnya, Daud Paneuk dan para pejuang AM lainnya.
Keluarganya sempat kehilangan jejak beberapa bulan, sebelum akhirnya diketahui dia mondok di sebuah kebun di Bukit Jin milik M.Noer NS, salah seorang sepupunya di Dumai, Riau.
Selanjutnya melalui jalur laut Dumai – Malaka, Jalil dan teman seperjuangannya dapat meloloskan diri ke luar negeri hingga menjadi warga begara asing di sana.
Beberapa tahun belakangan, Jalil sekeluarga sering berkunjung ke kampung halamannya dalam status sebagai warga negara asing. “Loen ku woe keu noe u gampong payah bayeue visa,” (saya pulang ke kampung ini harus bayar visa),” katanya berkelakar kepada Adnan NS, yang juga sepupunya. Hal itu diungkapkannya dalam perjalanan menuju Aceh Tengah.
Berkunjung ke negeri kelahirannya, kali ini dia sangat gembira karena bisa sampai ke Aceh Tengah. Neneknya, Markabah, adalah berdarah Gayo keturunan Ilyas Leubee juga tokoh DI/TII dan dedengkot AM yang sangat ditakuti.
Tgk Jalil selama berada di Aceh sempat juga berziarah ke makam Tgk.Bantaqiah di Beutong Ateuh, Nagan Raya, dan ke makam Pahlawan Nadional, T.Umar di Aceh Barat, pada akhir 2019. (Ria)