Selasa, Mei 7, 2024
Google search engine
BerandaTiyong: Jangan Ada Upaya Kriminalisasi terhadap Mualem

Tiyong: Jangan Ada Upaya Kriminalisasi terhadap Mualem

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Wacana referendum yang dihembuskan Ketua Partai Aceh (PA) Muzakkir Manaf alias Mualem, berbuntut panjang.

Terakhir, Menko Polhukam RI Jend.(Pur) Wiranto kabarnya berencana memproses hukum eks pentolan GAM tersebut lantaran pernyataannya yang kontroversial.

Namun eks pejuang GAM yang kini anggota DPR Aceh dari Partai Nanggroe Aceh (PNA), Samsul Bahri alias Tiyong, memandang rencana Wiranto itu dapat memicu reaksi negatif masyarakat Aceh terhadap pemerintah. Karena itu dia menolak tegas upaya kriminalisasi terhadap Mualem.

“Rencana Menko Polhukam itu berpotensi menimbulkan ketegangan politik baru antara Aceh dengan Jakarta. Ini tentu sangat kontraproduktif dengan spirit damai yang telah dicapai dalam kesepakatan MOU Helsinki,” ujar Tiyong, Sabtu (1/6/2019).

Menurut dia, pernyataan referendum oleh Mualem hanya sebatas wacana biasa sebagai dinamika politik di sebuah wilayah bekas konflik. Sehingga tidak sepatutnya direspon secara reaktif oleh para pejabat pemerintah pusat.

Lain halnya jika pernyataan Mualem diikuti dengan tindakan konkrit dalam mewujudkan rencana referendum tersebut.

“Misalnya mengadakan forum pertemuan untuk merancang terlaksananya referendum. Membentuk struktur organisasi sebagai organ perjuangan referendum, seperti SIRA di tahun 1999. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Mualem tidak berniat sama sekali melakukan upaya makar sebagaimana dituduhkan oleh sebagian kalangan,” jelasnya.

Dalam sikapnya itu juga, Tiyong menyarankan Menko Polhukam untuk mengadakan pertemuan dengan Mualem agar dapat memperoleh klarifikasi langsung. Cara itu dipandang jauh lebih komunikatif.

“Pendekatan dialogis jauh lebih maslahat dan bermartabat bagi rakyat Aceh dibandingkan dengan pendekatan hukum yang cenderung intimidatif,” sebut Tiyong.

Dia juga meminta kepada sejumlah kalangan di Aceh untuk berhenti menghujat Mualem hanya berdasarkan penafsiran subjektif. Tanggapan tanpa konfirmasi (tabayyun) dan cenderung mendiskreditkan Mualem, ujar dia, hanya akan menimbulkan perpecahan di dalam masyarakat Aceh sendiri.

“Hal ini tentu akan mencederai spirit konsolidasi ke-Aceh-an kita sebagai entitas masyarakat yang berwibawa dan bermartabat dihadapan pemerintah pusat dan masyarakat internasional,” tegasnya. (Fuadi)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER