Banda Aceh (Waspada Aceh) – Keputusan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang menetapkan lima komisioner Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih) Provinsi Aceh tanpa ada satupun perempuan menuai protes dari gerakan perempuan Aceh.
Gerakan perempuan Aceh menilai bahwa keputusan tersebut telah melanggar undang-undang, qanun, dan konstitusi yang mengamanatkan keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam penyelenggaraan pemilu.
Riswati, Direktur Eksekutif Flower Aceh, mengatakan, keputusan tersebut telah menutup akses perempuan untuk terlibat dalam pengawasan pemilu.
“Keputusan tersebut jelas sekali cacat hukum, telah menghilangkan kesempatan bagi perempuan yang sudah diatur dalam UU penyelenggaraan pemilu,” kata Riswati, Sabtu (16/12/2023).
Riswati menambahkan bahwa keputusan tersebut juga bertentangan dengan Qanun Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Qanun Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Dan Pemilihan Di Aceh.
Qanun tersebut mengatur bahwa komposisi anggota Panwaslih pada masing-masing provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan harus memperhatikan paling sedikit 30 persen perempuan.
Hal senada juga disampaikan oleh Ruwaida, salah satu anggota Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa Aceh. Ia mengecam sikap Komisi I DPRA yang tidak memiliki komitmen dan itikat baik untuk mendorong partisipasi perempuan di ranah publik.
“Komisi I DPRA telah mengabaikan perintah konstitusi dan UUPA yang mengamanatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan di Aceh. Ini menunjukkan bahwa posisi perempuan di Aceh semakin tergusur oleh sistem politik yang patriarki dan eksklusif,” ujar Ruwaida.
Presidium Balai Syura, Suraiya Kamaruzzaman, juga mengkritik keras penetapan anggota Panwaslih tanpa perempuan. Ia mengatakan bahwa hal ini ironis karena anggota DPRA yang mensahkan Qanun juga melanggar Qanun tersebut.
Suraiya menegaskan bahwa DPRA bisa melakukan banyak cara untuk mendorong partisipasi perempuan dalam Panwaslih, seperti menyebarkan informasi secara lebih masif, mengirim surat dan info langsung ke lembaga atau ormas perempuan, dan bekerja sama untuk mencari kandidat-kandidat perempuan yang potensial.
“Jika tidak ada perubahan sampai dengan Paripurna, saya menghimbau masyarakat Aceh, terutama perempuan, jangan pilih kandidat DPRA ditahun 2024, yang tidak menunjukkan keberpihakan dan tidak mendukung isu pemenuhan hak perempuan termasuk partisipasi perempuan di publik,” tegas Suraiya.
Penetapan lima komisioner Panwaslih Aceh untuk periode 2023-2028 diumumkan pada sidang pleno hasil rekapitulasi nilai hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di ruang rapat Komisi I DPRA, Kamis sore (14/12/2023). (*)