Banda Aceh (Waspada Aceh) – Plt Kepala Ombudsman RI Provinsi Aceh, Abyadi Siregar, mengaku sangat memahami keluhan masyarakat, terkait kinerja Tim Pemadam Kebakaran (Damkar) dalam memadamkan api yang melalap Suzuya Mall, Banda Aceh, Senin (4/4/2022).
Banyak masyarakat, khususnya di media sosial yang mengeluhkan lambatnya Tim Damkar dalam melakukan proses pemadam api tersebut. Padahal, pusat perbelanjaan yang terbakar itu tergolong kecil dan hanya berlantai tiga.
Di berbagai platform media, masyarakat misalnya menyebut terbatasnya SDM Dinas Damkar yang bertugas melakukan pemadaman kebakaran. Kemudian, armada yang dimiliki hanya mobil pemadam yang selayaknya untuk pemadaman kebakaran rumah, bukan untuk gedung.
Masyarakat juga melihat kemampuan atau skill para petugas Damkar kurang baik. Misalnya kurang tanggap. Para petugas hanya melakukan penyemprotan api dari luar bangunan, bukan ke dalam area yang terbakar.
Ada juga yang menyebut bahwa DPKP tidak punya armada mobil pemadam yang mumpuni dan memiliki tangga dengan crane tinggi.
Beragam keluhan masyarakat itu menggambarkan ada yang kurang dalam layanan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Banda Aceh. Menurut Abyadi, pemerintah daerah harus segera menyikapi keluhan masyarakat tersebut dengan serius.
Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan evaluasi secara menyeluruh. Mulai dari evaluasi Sumber Daya Manusia (SDM), peralatan yang dimiliki, dan evaluasi lainnya.
Pemkot Banda Aceh, kata Abyadi Siregar, harus segera melakukan peningkatan kapasitas SDM sehingga memiliki skill yang mumpuni dalam mengatasi kebakaran.
Tidak hanya itu DPKP juga harus mengevaluasi peralatan yang dimiliki. Misalnya armada pemadam yang menjadi peralatan penting harus ditingkatkan. Pemko mestinya mengadakan armada yang baik untuk mendukung proses pemadaman kebakaran.
Banda Aceh saat ini merupakan kota berkembang dengan terus bertambahnya bangunan besar, sudah saatnya armada DPKP Kota Banda Aceh juga ditingkatkan yang lebih canggih.
“Kita mendorong adanya perbaikan pada armada, termasuk kecanggihan armada. Jangan sampai, Pemkot Banda Aceh tertinggal karena pesatnya pembangunan. Lihat saja, gedung mall cuma 3 lantai, api dipadamkan sampai malam hari lebih dari 10 jam,” kata Abyadi.
Dia pun menuturkan melihat dari keluhan masyarakat petugas damkar juga kurang tanggap saat kebakaran masih kecil. Harusnya, petugas tanggap dengan mencari sumber api secara langsung bukan hanya melakukan penyemprotan di area luar saja.
“Jika sumber api didapat, harusnya petugas tanggap langsung ke titik api dan lakukan pemadaman. Tapi ini kita lihat ada jarak yang cukup jauh. Ketika api mulai reda, malam hari kembali membara. Artinya sumber api tidak dipadamkan,” ungkapnya.
Dia menilai perlunya pengasahan kembali SDM petugas damkar agar kejadian serupa tidak terulang. Jika tidak bisa menjangkau sumber api atau titik api akibat keterbatasan armada dan alat, maka Ombudsman mendorong ini harus menjadi atensi Wali Kota Banda Aceh.
“Ini harus jadi atensi wali kota, terutama juga Gubernur Aceh. Banda Aceh itu ibukota Provinsi Aceh, cerminan Aceh itu ada di Kota Banda Aceh. Lakukan audit dan evaluasi menyeluruh pada penanganan damkar kita apakah itu armada atau SDM-nya, agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya. (sulaiman achmad)