Senin, Desember 23, 2024
spot_img
BerandaSuplai Minim, Pemerintah Dinilai Abai Tangani Krisis Air Lhoknga

Suplai Minim, Pemerintah Dinilai Abai Tangani Krisis Air Lhoknga

Aceh Besar (Waspada Aceh) – Krisis air bersih yang melanda Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, hingga saat ini dinilai belum mendapatkan solusi efektif dari pemerintah.

Meski telah menganggarkan dana besar untuk distribusi air, suplai yang diberikan belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak.

Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Aceh, Rahmil Izzati, menyebut krisis air pada 2024 ini merupakan puncak masalah yang dialami 26 dari total 28 desa di Kecamatan Lhoknga. Hal tersebut disampaikannya dalam media briefing di The Gade Kafe, Banda Aceh, Senin (23/12/2024).

Pemerintah disebut mengeluarkan anggaran hingga Rp75 juta per bulan untuk distribusi air bersih. Namun, suplai tersebut masih jauh dari mencukupi.

Di Desa Naga Umbang, misalnya, suplai air hanya mencapai 6.000 liter per hari untuk 432 jiwa. Setiap orang hanya menerima rata-rata 13 liter air per hari, jauh di bawah standar minimum kebutuhan 60 liter per hari. Kondisi ini paling berdampak pada kelompok rentan, seperti perempuan dan anak-anak.

Dampak Besar bagi Perempuan dan Kelompok Rentan

Pada kesmepatan itu Staf Kampanye dan Komunikasi SP Aceh, Salsabila juga memaparkan krisis air ini memberikan dampak yang sangat signifikan, terutama bagi perempuan yang harus menanggung beban ganda.

Mereka harus berjalan jauh untuk mendapatkan air bersih, yang tidak hanya menyulitkan tetapi juga meningkatkan risiko kesehatan.

“Kebutuhan air bersih sangat penting bagi perempuan, khususnya untuk kebersihan saat menstruasi, pascamelahirkan, dan perawatan balita. Tanpa akses air yang memadai, mereka menjadi kelompok yang paling terdampak,” tambahnya.

Selain itu, krisis ini juga berdampak pada ketimpangan gender dan kesehatan masyarakat secara umum.

Penyakit menular, masalah kebersihan, hingga malnutrisi pada anak-anak menjadi ancaman nyata akibat minimnya akses air bersih.

Salsabila menjelaskan bahwa krisis air di Lhoknga disebabkan oleh beberapa faktor, baik alami maupun aktivitas manusia. Perubahan iklim, deforestasi, limbah industri, dan minimnya infrastruktur pengelolaan air menjadi penyebab utama.

“Perubahan iklim membuat jadwal tanam berubah, menyebabkan gagal panen di banyak desa. Selain itu, pengelolaan sumber air yang buruk oleh perusahaan di sekitar Lhoknga juga memperparah keadaan. Sumur-sumur yang tercemar limbah menjadi masalah yang terus berulang,” ujarnya.

Pemerintah Aceh Besar diminta untuk segera mengambil langkah konkret dengan menyusun roadmap kebijakan yang berfokus pada solusi jangka panjang.

Hal ini mencakup pembangunan infrastruktur seperti pipanisasi, sumur bor, dan pengelolaan sumber mata air yang adil.

“Hak atas air bersih adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Kebijakan yang tepat harus menjangkau seluruh warga, terutama kelompok rentan yang selama ini paling terdampak oleh krisis ini,” tuturnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER