Pidie Jaya (Waspada Aceh) – Di tengah jalan berlumpur, rumah-rumah yang hanya menyisakan atap, serta warga yang masih memunguti barang dari sisa-sisa puing, rombongan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Aceh menyalurkan bantuan bagi korban banjir bandang dan longsor yang melanda Pidie Jaya pada 25–27 November 2025.
Rombongan tiba pada Rabu (3/12/2025), membawa logistik dan kepedulian bagi para korban yang terdampak.
Bantuan disalurkan melalui Posko SMSI Aceh dengan dukungan Special Sambal Yogyakarta dan para donatur.
Paket yang dibawa mencakup sembako, pakaian dalam, perlengkapan mandi, popok bayi, pembalut, roti, pakaian layak pakai, air mineral, dan mi instan.
Ketua SMSI Aceh Aldin NL, yang memimpin rombongan didampingi Bendahara Sulaiman, Wakil Sekretaris Reza Gunawan, serta pengurus lainnya, mengatakan kunjungan ini bukan hanya untuk menyerahkan bantuan dari hasil penggalangan donasi SMSI, tetapi juga untuk melihat langsung kondisi gampong-gampong yang terdampak berat.

“Banyak wilayah masih terisolir dan bantuan yang masuk terbatas. Selain kebutuhan pokok, warga sangat kekurangan air bersih, pakaian, obat-obatan, dan perlengkapan dasar lainnya,” ujarnya.
Gampong Seunong, Kecamatan Meurah Dua, menjadi lokasi pertama. Desa yang dipenuhi tumpukan kayu dan puing menyambut rombongan dalam suasana muram.
Bantuan diserahkan kepada Keuchik Saiful, yang berusaha tegar menggambarkan kondisi warganya.
“Dua belas rumah hanyut, satu sekolah, satu posyandu, dan dua surau rusak berat. Rentetan rumah lainnya juga tak bisa ditinggali lagi,” kata Saiful.
Meski kerusakan sangat besar, Saiful menyebut hingga kini belum ada informasi mengenai korban jiwa. “Warga berlari ke tempat lebih tinggi saat banjir datang tengah malam. Banyak yang hanya membawa pakaian di badan. Untuk korban jiwa, sementara ini belum ada laporan yang meninggal,” ujarnya
Rombongan kemudian bergerak ke Gampong Geunteng. Sekretaris Desa, Barral Almuharram, menunjukkan jalan yang masih diselimuti lumpur tebal.
Sebuah ekskavator terus bekerja mengangkat endapan lumpur bercampur batu dan kayu.
“Banjirnya sudah surut, tapi lumpur ini yang menjadi bencana berikutnya,” katanya.
Sebanyak 697 jiwa atau 220 KK kini tinggal di posko pengungsian. Kondisi kesehatan mulai menurun, terutama demam dan kelelahan, sementara obat-obatan terbatas. Krisis air bersih juga masih terjadi.
“Kalau ada bantuan air, kami tidak punya tandon untuk menampung. Sekali masuk tiga ton, tapi tanpa tempat penyimpanan, sulit menyalurkan ke empat posko,” ujarnya.
Listrik padam membuat genset hanya beroperasi sebentar karena BBM sulit didapat. Warga masih membutuhkan alat berat, masker, makanan siap saji, matras, selimut, dan obat-obatan lansia.
Di dalam tenda pengungsian, sejumlah ibu tampak memilah pakaian bersih yang baru dibagikan.
“Semua pakaian kami hilang tertimbun lumpur. Yang tersisa cuma yang kami pakai malam itu,” tutur Elina Wati, ibu tunggal dengan satu anak.
Kondisi terparah ditemukan di Dusun Manyang Cut, Gampong Krueng Baroeh, Kecamatan Meureudu.
Lokasi ini tidak jauh dari Jalan Lintas Banda Aceh–Medan, tepatnya di Simpang Tiga Meureudu menjadi salah satu wilayah yang dihantam banjir hingga menyebabkan jembatan di kawasan itu terputus
Di lokasi ini, rumah-rumah terkubur lumpur lebih dari dua meter. Dari kejauhan, hanya atap yang tampak bahkan rata disapu lumpur.
Sebanyak 150 KK atau sekitar 500 jiwa menjadi korban.
Irfan, seorang warga, menunjukkan sisa ruko kelontongnya yang rata dengan tanah.
“Air naik perlahan sejak jam 12 malam. Puncaknya jam 3… sampai empat meter,” katanya lirih.
Warga lainnya, M. Nur, menyebut sekitar 150 rumah di dusun itu terkubur.
“Kami mengungsi ke lantai dua. Air datang cepat sekali,” ujarnya. (*)



