Kamis, April 25, 2024
Google search engine
BerandaOpiniSemangat Nuklir Iran di Tengah Kecurigaan Barat

Semangat Nuklir Iran di Tengah Kecurigaan Barat

Perkembangan nuklir Iran saat ini tidak banyak diketahui oleh ilmuan dan pengamat nuklir internasional sehingga nuklir Iran dianggap akan menjadi ancaman bagi negara besar.

————–

Oleh: Abdul Rani Usman

Nuklir merupakan suatu kreativitas ilmuan dalam mengembangkan kecerdasannya. Julius Robert Oppenheimer sebagai pencipta dan aktor utama dalam proyek Manhattan. Albert Einstein menyampaikan kepada Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt bahwa reaksi rantai nuklir menjadi potensi pembunuh massa.

Proyek dan program nuklir itu berhasil dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Saat ini banyak Negara mencoba untuk mengembangkan nuklirnya guna menjadi alat militer. Negara yang termasuk mengembangkan senjata nuklir adalah Amerika Serikat, Rusia, Britania Raya, Perancis dan RRC. Bangsa besar tersebut telah mengujicobakan senjata nuklir.

Tetapi Korea Utara, Iran, Israel dan Pakistan tidak disebutkan. Namun yang paling menarik media massa adalah liputan nuklir Iran. Fenomena ilmu fisika erat kaitannya dengan politik yang berkembang sehingga membuat dunia menjadi penuh dengan berita nuklir terutama senjata nuklir Iran.

Persaingan Nuklir di Teluk Persia

Sejak revolusi 1979, Iran telah menjadi Negara demokrasi yang berasaskan Islam di wilayah Timur Tengah. Bangsa Iran yang dikenal dengan etos budaya yang tinggi terus mengembangkan sistem ilmu pengetahuan modern. Fenomena tersebut seiring dengan sentuhan budaya Eropa dan Barat semasa rezim monarki Syah Mohammad Reza Pahlevi.

Bahkan Presiden Carter menyebutkan, “tak ada seorang pemimpin Negara yang saya hargai dan menjadi teman terbesar pribadi di dunia selain Syah Iran”. (Tamara,2017;387). Iran mengadopsi ilmu pengetahuan dan diplomasi politik, ekonomi dari Amerika dan Rusia sehingga Iran mempunyai banyak teman dan musuh.

Nuklir Iran dimulai 1950 dengan bantuan Amerika. Pengembangan nuklir Iran dilakukan berdasarkan perjanjian dengan International Anatomic Energy Agency (IAEA). Program nuklir Iran awalnya selain dibidani oleh Amerika sekaligus diikat dengan perjanjian guna mengembangkan nuklir untuk kepentingan perdamaian. Perkembangan nuklir Iran saat ini tidak banyak diketahui oleh ilmuan dan pengamat nuklir internasional sehingga nuklir Iran dianggap akan menjadi ancaman bagi Negara besar.

Suasana pengembangan nuklir Iran tidak sepenuhnya diakui oleh Amerika dan sekutunya demi kepentingan damai. Nuklir Iran secara  politik mempunyai dampak terhadap Negara-negara di Timur Tengah maupun di Barat. Kekuatan Iran setelah Revolusi menjadi sebuah Negara yang sangat diperhitungkan dalam dunia politik di kawasan Timur Tengah. Karena Iran selain terkenal dengan ideologi politik gaya Persia sekaligus sebuah peradaban yang telah menguasai dunia dan diprediksikan akan kembali menguasai dunia. Kekhawatiran tersebut menjadi pemicu kecurigaan dan kecemburuan ilmu pengetahuan di Timur Tengah dan bahkan Amerika sendiri.

Pengayaan nuklir Iran diperuntukkan bagi kepentingan damai. Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad, mengembangkan tanaga nuklrirnya dengan dukungan dari para mullah dan raktyatnya. Pada 10 Januari 2006, pemerintah Ahmadinejad membuka segel penutup yang diletakkan oleh Badan Atom Internasional (IAEA) di fasilitas pengayaan uranium Natanz. 9 April 2006 Ahmadinejad mengumumkan dimulainya kembali program pengayaan uranium yang dihentikan Muhammad Khatami (Hamzah & Kazhim, 2007:164).

Ahmadinejad sebagai akademisi, cedekiawan dan politisi Muslim di Teluk Persia merupakan simbol kebangkitan Islam. Seorang presiden pemberani menuntut keadilan dunia, karena Amerika, Rusia, Inggeris dan China boleh mengembangkan nuklir. Atas dasar keadilan itulah Ahmadinejad mengembangkan nuklir di Iran.

Kekhawatiran dan kecurigaan sebenarnya adalah merebut pengaruh dan kekuasaan di teluk Persia terutama dengan seterunya Israil. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu  menyebutkan Fakhrizadeh memimpin proyek pengembangan senjata nuklir rahasia Iran yang diduga berlangsung sejak 1989.

Berdasarkan dokumen Iran yang dicuri Mossad-intelijen Israel-Netanyahu mengklaim Iran telah mengembangkan senjata nuklir yang jauh lebih maju daripada perkiraaan Badan Energy Atom International (IAEA). (Tempo 4-10 Januari 2021). Mohsen Fakhrizadeh dibunuh pada 27 November 2020. Presiden Iran Hassan Rouhni juga menunding Israel membunuh Fakhrizadeh.

Pertarungan Kecemasan Politik dan Budaya  Nuklir

Diplomasi politik diciptakan Presiden Amerika Serikat disebut dengan Marshall Plan di Timur Tengah. Dokumen “Marshal Plan” Timur Tengah ala Trump, the Trump Middle East Marshall plan, menunjukkan masalah Timur Tengah, termasuk politik dan terorisme, hanya dapat diatasi dengan perbaikan ekonomi.

Diplomasi politik Trump dapat menjembatani kesepakatan antara Israel dan Uni Emirat Arab yang telah membeku selama 49 tahun. Trump menyebutnya sebagai “Kesepakatan Ibrahim,” mengacu pada Nabi Ibrahim, bapak dari tiga agama samawi-Yahudi, Kristen dan Islam (Tempo, 24-30 Agustus 2020).

Hubungan UEA dengan Israel membaik, namun dalam memandang Iran sangat berbeda karena terancam dengan senjata nuklir. Diplomasi Amerika menjembatani untuk membangun perdamaian di Timut Tengah terutama dengan Israel dan UEA sangat nampak dengan meciptakan program Marshall plan di Timur Tengah. Fenomena menarik adalah Trump berusaha membujuk UEA dan Isarel guna membangun ekonomi dan memberantas terorisme. Karena memberantas terorisme menurut Trump adalah dengan ekonomi.

Israel merupakan Negara kecil yang kuat dan berpengaruh di Timur Tengah sehingga Negara Arab tidak mampu bersikap apapun di Timur Tengah jika Israel bersikap dan melanggar HAM di Palestina. Adanya hubungan diplomatik antara Israel dan UEA dapat memperkuat bangsa Arab berlindung di bawah Israel dan Amerika Serikat.

Dengan Marshall Plan Amerika akan mengucurkan dana 735 trilium dollar AS guna membangun pasilitas UEA dalam bidang pendidikan dan pertahanan. Diplomasi Israel-UEA mengubah suhu politik di Timur Tengah terutama dalam memandang Palestina.

Diplomasi nukliri di Timur Tengah juga dinegosiasi oleh Perdana Menteri Korea Selatan, Chung Sye-Kyun. Chung menunjukkan kesediannya untuk menghidupkan kembali kesepakatan, bertujuan untuk mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir, yang secara resmi dinamai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).

Kembali ke JCPOA akan membantu meningkatkan hubungan antara Seoul dan Teheran. Akan tetapi Israel menjadi tantangan bagi Iran dalam bidang politik dan nuklir. Iran menuduh Israel mengadakan sabotase Fasilitas Nuklir Natanz. (Analisa 13 April 2021). Negosiasi untuk kembali aksi bersama secara konprehensif menjadi pembicaraan hangat setelah Trump tidak menjabat lagi sebagai presiden AS.

Pertarungan nuklir di Timur Tengah termotivasi atas gengsi dan arogansi Negara kuat sehingga membentuk koalisi antara UEA dan Israel guna menyaingi kemampuan nukliri Iran. Sedangkan Amerika yang telah bekerja sama dengan Iran tersakiti dengan rovolusi Iran 1979.

Fenomena gengsi dan ketersinggungan perasaan peradaban menjadi ajang pertarungan kekuatan yang mengancam masyarakat kecil di Timur Tengah, baik di Palestina, Iran maupun Negara lain. Di samping itu ketidaksenangan Barat terhadap perkembangan bangsa Persia karena senjata nuklirnya. Sebaiknya bangsa Timur Tengah belajar banyak dari Iran agar tidak tergantung pada Negara Barat. (**)

  • Penulis adalah pengajar Isu-Isu Global di Pascasarjana UIN Ar-Raniry
BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER