Kamis, Mei 22, 2025
spot_img
BerandaRPJMA Harus Responsif Terhadap Isu Keberagaman dan Keadilan

RPJMA Harus Responsif Terhadap Isu Keberagaman dan Keadilan

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Koalisi NGO HAM Aceh menggelar diskusi terbatas multipihak membahas isu keberagaman beragama, keadilan gender dan sosial inklusi (GEDSI), serta ekologi dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA).

Kegiatan berlangsung di Kantor Koalisi NGO HAM Aceh, Kamis (22/5/2025), dan dihadiri sejumlah pemangku kepentingan dari berbagai sektor.

Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Khairil Arista, mengatakan bahwa penyusunan RPJMa perlu diawasi bersama oleh publik dan mendorong partisipasi masyarakat. Ia menyoroti adanya berbagai hambatan di lapangan, seperti intimidasi dan penggunaan senjata api di wilayah tambang ilegal, serta konflik lahan yang dibalut isu agama di daerah seperti Bireuen.

“Upaya advokasi seringkali terkendala karena adanya intimidasi. Isu agama juga digunakan sebagai kedok dalam konflik lahan,” ujar Khairil.

Aktivis lingkungan, Nasir Buloh, menambahkan bahwa kasus konflik di Singkil lebih berkaitan dengan tata kelola lahan dan tenaga kerja perkebunan dari luar daerah. Ia mendorong agar isu ini masuk dalam RPJMa sebagai bagian dari agenda strategis.

Perwakilan Badan Dayah Aceh, Eli Eryani, menilai persoalan yang dibahas perlu ditangani di tingkat provinsi. Sedangkan dari Dinas Syariat Islam Aceh, Irhamna, menyebut pentingnya peran negara dalam pengelolaan sumber daya alam serta peningkatan kesadaran masyarakat, sambil menyoroti lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.

Dari pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Safruddin menjelaskan bahwa sejumlah program ramah lingkungan telah berjalan, seperti penghijauan dayah dan pengelolaan sampah oleh santri. Ia juga menyebut penguatan indeks kualitas air dan lahan serta penanganan risiko bencana sebagai agenda prioritas.

Terkait kerukunan umat beragama, Hasan Basri dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) mengatakan bahwa konflik di Singkil lebih didorong oleh perebutan lahan dan kepentingan ekonomi. Ia menyarankan agar legalitas rumah ibadah diatur melalui kebijakan khusus untuk mencegah penyalahgunaan isu agama.

Anggota tim penulis RPJMa, Abdullah Abdul Muthallib, menyatakan bahwa hasil diskusi harus menjadi arah pembangunan Aceh yang inklusif dan bebas intoleransi. Ia mendorong agar substansi diskusi masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Aceh tahun 2026.

Jurnalis Harian Rakyat Aceh, Rusmadi, menyampaikan bahwa meskipun konflik antar umat beragama tidak selalu mencuat ke publik, isu keberagaman tetap penting untuk dicermati. Ia juga menyoroti perkembangan positif GEDSI, seperti keterlibatan perempuan dalam pengelolaan koperasi desa.

Khairil Arista menutup diskusi dengan harapan agar seluruh masukan yang diberikan dapat menjadi dasar penyusunan dokumen RPJMa yang representatif dan solutif. Peserta juga diimbau mengirimkan masukan tertulis melalui formulir yang telah disediakan. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER