Banda Aceh (Waspada Aceh) – Resti Tazkirah Tanjung, Guru Dedikatif Aceh 2025, menjadikan media sosial sebagai jembatan kasih dan pembelajaran bagi anak-anak istimewa.
Melalui konten edukatif dan interaksi sehari-hari di media sosial, guru dedikatif ini meraih penghargaan Guru Dedikatif Terbaik II Tingkat Provinsi Aceh 2025.
Tak banyak guru yang mampu memadukan dunia pendidikan luar biasa dengan media sosial. Tapi Resti Tazkirah Tanjung, guru SLB Negeri Banda Aceh, membuktikan bahwa belajar bisa dilakukan dari mana saja termasuk melalui TikTok.
Guru muda ini baru saja meraih penghargaan Terbaik II Kategori Guru Dedikatif dalam ajang Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Aceh 2025 yang berlangsung 2–5 November di Banda Aceh.
Resti juga dikenal aktif membagikan aktivitasnya di TikTok, mulai dari momen bercengkrama dengan siswa, hingga pelatihan keterampilan. Akun TikTok-nya kini diikuti lebih dari 13,5 ribu orang.
“Media sosial bisa jadi ruang edukasi asal digunakan dengan etika. Saya selalu minta izin orang tua sebelum mengunggah video,” kata Resti saat berbincang dengan Waspadaaceh.com, Jumat (7/11/2025).
Konten yang dibagikan Resti bukan hanya menghibur, tapi juga menginspirasi banyak orang tua anak disabilitas.
“Bu, dari video ini tetangga saya bilang anak saya pintar,” ujar seorang wali murid yang merasa bangga.
Ada juga yang bilang, “Silakan berbagi, Bu. Ini bentuk kami berbagi dengan orang tua lain yang punya anak istimewa.”
Konsisten mengunggah konten edukatif membuat Resti terinspirasi menulis praktik baik berjudul “Pengembangan Keterampilan Tunadaksa melalui Media Sosial TikTok di SLB Negeri Banda Aceh.”
Tulisan itu kemudian ia presentasikan di hadapan dewan juri dalam ajang GTK Aceh 2025 dan berhasil mengantarkannya meraih penghargaan Guru Dedikatif Terbaik II.
Sebelumnya, pada Oktober lalu, Resti juga menyabet Juara III Guru Berprestasi (Gupres) tingkat Kota Banda Aceh lewat inovasi booklet pembelajaran digital.
Resti mengaku menjadi guru SLB bukan pilihan yang mudah. “Motivasi saya sederhana, ingin membersamai anak-anak hebat. Tapi memang, jadi guru SLB itu butuh kesabaran ekstra,” ungkapnya.
Menurutnya, tantangan terbesar dalam mengajar anak disabilitas adalah menyesuaikan mood setiap anak.
“Sebagai guru SLB, tanggung jawab tidak sebatas mengajar, tetapi juga memahami karakter, emosi, komunikasi, dan kebutuhan setiap anak secara menyeluruh,” kata alumni Magister dari Universitas Negeri Yogyakarta itu.
Resti berharap penghargaan ini bisa membuka mata banyak orang bahwa pendidikan luar biasa juga harus mendapat perhatian yang sama.
“Semua anak istimewa berhak mendapatkan pendidikan, akses, dan penerimaan di masyarakat,” ujarnya.
Bagi Resti, setiap video TikTok yang ia buat bukan sekadar konten hiburan.
“Itu cara saya menunjukkan bahwa anak-anak istimewa bisa berkembang dan bahagia. Kita hanya perlu melihat mereka dengan hati,” tutupnya. (*)



