Sabtu, Desember 20, 2025
spot_img
BerandaAcehRelawan Sebut Warga Aceh Tamiang Masih Butuh 32.000 Tenda dan 50.000 Kompor

Relawan Sebut Warga Aceh Tamiang Masih Butuh 32.000 Tenda dan 50.000 Kompor

Aceh Tamiang (Waspada Aceh) –  Bencana banjir bandang di Aceh Tamiang telah merusak hampir 100 persen rumah dan fasilitas penduduk di daerah tersebut, sehingga kebutuhan penanganan kedaruratan menjadi sangat besar.

Cahyo Pramono, Relawan Yayasan Tangan Kanan yang sejak 4 Desember terjun ke lapangan, Jumat (19/12/2025), memperkirakan, setidaknya dibutuhkan 32 ribu tenda sementara untuk warga yang rumahnya rusak, serta 50 ribu kompor dan tabung gas untuk kebutuhan memasak.

Selain itu, diperlukan mesin penyedot lumpur untuk membersihkan rumah dan halaman yang masih tergenang. “Segalanya hancur di dini, hampir 100 persen masyarakat terkena dampak,” ujar Cahyo.

Menurut Cahyo, infrastruktur dasar juga mengalami gangguan parah. Fungsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) harus segera dihidupkan karena banyak sumur bor baru mengandung minyak.

Sementara itu, Perusahaan Listrik Negara (PLN) baru nyala di jalur lintas Sumatra saja pada hari ke-23 bencana, belum mencapai daerah di bagian dalam.

“Kondisi terkini pascabencana ini tidak selalu diketahui publik karena tidak ada jaringan internet,” ungkap Cahyo yang dikenal sebagai trainer/motivator ternama dari Medan.

Dia menambahkan adanya indikasi kesengajaan lambat melakukan aktivasi internet untuk mengurangi pemberitaan fakta di lapangan. Oleh karena itu, dia menyarankan perusahaan provider seluler memasang setidaknya 5 unit tower mobile untuk memulihkan konektivitas bagi masyarakat terdampak bencana.

Meskipun ada keberhasilan dalam pengiriman puluhan tangki air bersih dari Sibolangit, Sumatera Utara, Cahyo menekankan bahwa upaya tersebut bisa diperluas.

“Jika tangki air bisa sampai, kenapa tidak juga truk sayur dari Berastagi, atau telur dari sentra produksi di Pantai Labu Deli Serdang yang memproduksi jutaan telur setiap hari?” katanya.

Cahyo mengkhawatirkan ancaman penyakit pasca banjir dapat semakin berisiko besar. “Debu terbang, air menggenang, tidak adanya tempat cuci tangan dan jamban layak, serta bangkai dan sampah yang masih berserak menjadi potensi wabah besar,” tuturnya.

“Kita harus waspada, penyakit bisa menyebar lebih cepat dari bantuan,” lanjut Cahyo mengingatkan.

Dalam pembagian bantuan, peran perangkat desa dinilai sangat penting untuk mencegah kasus berebut dan ketidakmerataan. Namun, menurut Cahyo, sampai saat ini belum ada command centre yang mengkoordinasi bantuan dari berbagai pihak.

Dia juga mengungkapkan fakta bahwa perangkat pemerintahan hanya bergerak masif ketika presiden akan datang, bukan karena menjadi kewajiban.

Selain itu Cahyo mengusulkan beberapa langkah, antara lain: kampus di Medan memberikan kemudahan bagi mahasiswa asal Aceh Tamiang yang keluarganya terdampak; Pertamina memberikan akses BBM dalam jerigen untuk operasional LSM karena SPBU masih tidak berfungsi; dan tol Medan-Brandan memberikan keringanan tarif untuk kendaraan bantuan yang menuju Aceh.

“Semua ini butuh kecepatan dan koordinasi yang baik. Tanpa itu, pemulihan akan memakan waktu lama dan warga akan terus menderita,” pungkas Cahyo. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER