“PEMA menunggu blueprint resmi dalam pengelolaan pertambangan Aceh, terutama terkait mekanisme Pertambangan Rakyat”
PT Pembangunan Aceh (PEMA) menyatakan siap mendorong pengembangan sektor tambang Aceh dengan prinsip tata kelola yang jelas dan berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan Direktur Pengembangan Bisnis PT PEMA, Naufal Natsir Mahmud, pada Diskusi Publik “Mengurai Benang Kusut Tambang Ilegal, Uang Hitam, dan Solusinya,” di Banda Aceh, Selasa (7/10/2025).
Menurut Naufal, Aceh memiliki potensi sumber daya alam yang besar, mulai dari emas, mineral, hingga potensi tambang rakyat. Namun, tanpa regulasi yang tegas dan tata kelola yang transparan.
“Jangan hanya berakhir di hulu, tapi ada industri hilir sehingga roda ekonomi dan nilai tambahnya bertambah di Aceh,” ujarnya.
Lanjutnya, hal ini menjadi penting agar pengembangan bisnis strategis perusahaan sejalan dengan aturan, keberlanjutan lingkungan, dan kepentingan masyarakat setempat.
PT PEMA menekankan bahwa keberlanjutan (sustainability) dan nilai tambah (added value) harus menjadi landasan setiap kegiatan pertambangan. Hal ini berarti sumber daya alam tidak hanya dieksploitasi, tetapi juga diolah secara lokal sehingga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Aceh dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Naufal menegaskan perusahaan menunggu blueprint resmi tata kelola pertambangan Aceh untuk memastikan setiap kegiatan berjalan prudent dan sesuai aturan.

Diskusi publik ini juga menyoroti persoalan tambang ilegal yang marak di beberapa kabupaten di Aceh. Aktivitas tambang tanpa izin tidak hanya merugikan daerah secara ekonomi, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat.
“Penyelesaian tambang ilegal memerlukan penegakan hukum yang tegas, regulasi jelas, dan partisipasi masyarakat agar sumber daya Aceh benar-benar berdampak pada kesejahteraan rakyat,” kata Naufal.

Sebelumnya, dalam diskusi tersebut, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Taufik, menambahkan bahwa pemerintah tengah memfinalisasi Peraturan Gubernur tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai payung hukum bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari tambang.
Pergub ini diharapkan menjadi solusi agar masyarakat bisa menambang secara legal, lingkungan terlindungi, dan ekonomi lokal tetap tumbuh. Beberapa kabupaten seperti Aceh Barat, Aceh Jaya, Gayo Lues, dan Pidie sudah mengajukan usulan WPR, dan pemerintah berharap kabupaten/kota lain ikut mengusulkan.
“Regulasi ini sekaligus memastikan bahwa aktivitas pertambangan berlangsung transparan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat,” ujarnya.
PT PEMA menegaskan siap bersinergi dengan pemerintah, masyarakat, akademisi, dan pemerhati lingkungan.
Perusahaan ingin Aceh tidak hanya menjadi produsen bahan mentah, tapi juga punya industri hilir yang memberikan manfaat ekonomi nyata dan menjadi model nasional pertambangan berbasis kerakyatan. (*)