Sigli (Waspada Aceh) – Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pemilik Tanah (FKPT) Waduk Rukoh, Kecamatan Keumala, Kabupaten Pidie, Aceh, mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pidie, Selasa (4/2/2020), menanyakan kejelasan pembayaran ganti rugi lahan.
Pantauan Waspadaaceh.com, kehadiran warga tersebut dipimpin Ketua FKPT Waduk Rukoh, Ismuddin, diterima langsung ketua BPN Kabupaten Pidie, Saiful Azhari, di ruang rapat kantor BPN setempat.
Dalam dialog tersebut, warga mempertanyakan kejelasan pembayaran ganti rugi lahan yang akan digunakan untuk proyek waduk Rukoh. Sebelumnya, kata warga, pihak BPN Kabupaten Pidie telah menyampaikan bahwa pembayaran ganti rugi lahan itu akan dituntaskan pada April 2020.
“Dalam pertemuan dengan kepala BPN Pidie yang sebelumnya, beliau pernah menyampaikan kepada masyarakat tentang pembebasan tanah akan dituntaskan pada bulan April 2020. Informasi itu berkembang di masyarakat, sehingga masyarakat merasa curiga kepada pemerintah dalam hal ini BPN,” kata Jamaluddin.
Jamaluddin yang merupakan salah seorang perwakilan masyarakat pemilik tanah menambahkan, kedatangan mereka untuk memastikan kembali sejauh mana persoalan pembebasan lahan tersebut.
Saat ini, lanjut Jamaluddin, masyarakat baru tahu jika pada lokasi pembangunan waduk Rukoh itu diantaranya ada lahan yang berstatus Hutan Produksi (HP) dan ada juga yang status hak pengelolaan (HPL).
“Kalau kami masyarakat awam. Kami tidak tahu ada HP di dalamnya. Karena buktinya pemerintah pada saat kami garap tanah itu selama beberapa tahun, pemerintah tidak menyampaikan status tanah itu. Tapi baru sekarang, status itu baru disampaikan,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Kepala BPN Kabupaten Pidie, Saiful Azhari, mengatakan hampir di semua daerah, persoalan pembebasan lahan bukan suatu hal yang mudah sehingga banyak kegiatan proyek tidak bisa berjalan dengan lancar.
“Kalau kita bangun fisik. Apa itu jalan, jembatan ataukah itu bendungan atau gedung, itu lebih mudah asal ada uang bisa dibangun. Tetapi untuk membebaskan tanah, ini bukan hal yang mudah. Begitu pun, karena kita ingin membangun sesulit apapun kegiatan pembebasan tanah ini harus kita jalankan,” katanya.
Menyangkut kecurigaan masyarakat terhadap penetapan status lahan itu, Saiful menilai suatu hal yang wajar. Apalagi, sebut dia, masyarakat sebelumnya pernah merasakan pengalaman pahit yang membuat warga itu kurang percaya atau curiga terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Karena itu, kata dia, ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah khususnya BPN Pidie dalam melayani masyarakat. Semua pihak di masing-masing tahapan kegiatan yang dijalankan, mulai dari instansi PUPR yang membutuhkan tanah, gubernur dan bupati termasuk BPN, tidak mungkin macam-macam, karena dalam kegiatan ini tugasnya sudah dibagi.
“Begitupun dalam proses penilaiaan, itu bukan urusan BPN, tetapi itu dilakukan oleh KJPP. Dalam pembebasan lahan, di daerah kita ini jauh lebih baik,” tandasnya. (b10)