“Di masa pandemi COVID-19 saat ini, mari sama-sama bersinergi untuk menyelamatkan 5,3 juta jiwa rakyat Aceh. Sebab COVID-19 tidak hanya mengancam kesehatan, tapi juga mengancam ekonomi dan ketahanan pangan. Mari sama-sama kita mencegahnya”
— Nova Iriansyah —
Oleh Tim Waspada Aceh
Pembangunan 12 ruas jalan, yang masuk dalam proyek multiyears, akan terus dilanjutkan Pemerintah Aceh. Pemerintah punya alasan, pembangunan tersebut demi kepentingan rakyat di Provinsi Aceh, terutama yang berada di daerah pedalaman.
Masyarakat di kabupaten/kota pun, yang menjadi lokasi proyek multiyears ini, bahkan meminta Pemerintah Aceh untuk tetap melanjutkan pembangunan jalan dan jembatan untuk membuka akses ekonomi bagi masyarakat.
“Kalau pembangunannya digagalkan saya paling marah. Lihat Lampung dan Palembang, mereka maju pesat karena infrastrukturnya,” kata Bupati Aceh Timur, Hasballah M. Thaib alias Rocky, saat mendampingi Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, meninjau ruas jalan Puereulak- Lokop- Blang Kejeren, di Gampong Besar, Kecamatan Peureulak Barat, Sabtu (12/11/2020).
Begitu pula harapan dengan masyarakat yang tinggal di perbatasan antara Aceh Timur dan Aceh Tamiang. Mereka mengharapkan Pemerintah Aceh segera menuntaskan pembangunan jalan Simpang Jernih di Aceh Timur hingga ke Karang Baru di Aceh Tamiang, karena dianggap penting untuk memperlancar arus transportasi dan lalu lintas barang antar kabupaten tersebut.
“Kami sangat terisolir berada di ujung Aceh Timur,” kata Rais, salah seorang warga Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur, kepada Plt Gubernur Aceh saat melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Bandar Pusaka, Aceh Tamiang, Jumat (11/9/2020).
Pembangunan infrastruktur melalui proyek multiyears ini, memang dimaksudkan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan, pemerataan pendapatan, kesempatan lapangan kerja, lapangan berusaha serta konektifitas. Semua itu sebagai implementasi pelayanan publik, tidak saja di kota tapi juga untuk masyarakat di seluruh pelosok daerah. Tentu hal itu merupakan kewajiban Pemerintah Aceh.
“Hal tersebut sesuai pasal 258 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pembangunan 12 ruas jalan dengan mekanisme penganggaran tahun jamak/multiyears contract (MYC) tersebut sudah melalui proses panjang dan tahapan sesuai ketentuan perundang-undangan,” kata Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam wawancara khusus dengan Waspada, awal September 2020.
Dasar implementasinya, kata Nova Iriansyah, antara lain, Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran 2020; Peraturan Gubernur Aceh Nomor 80 Tahun 2019 tentang Penjabaran APBA Tahun Anggaran 2020; dan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 38 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Aceh Nomor 80 Tahun 2019 tentang APBA Tahun Anggaran 2020.
“Tidak ada pembatalan Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2019 tentang APBA Tahun Anggaran 2020. Karena itu semua kegiatan pembangunan yang telah diprogramkan. Wajib dilaksanakan Pemerintah Aceh, termasuk 12 ruas jalan yang dilaksanakan dengan mekanisme MYC itu,” lanjut Nova.
Menjawab pertanyaan Waspada, apakah ada pembicaraan lebih lanjut dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), terkait pembatalan MoU oleh lembaga dewan tersebut?, Plt Gubernur Aceh mengatakan, pembicaraan sudah sangat panjang dan dicapai konsensus, sehingga Qanun Nomor 12 Tahun 2019 tentang APBA Tahun 2020 disahkan, setelah melalui proses review di Kemendagri RI.
“Kini sudah tahap pelaksanaannya. Mari saling bersinergi dan bersama-sama melancarkan pembangunan 12 ruas jalan yang ditunggu-tunggu masyarakat itu, supaya selesai dan fungsional tahun 2022,” harap Nova.
Bersinergi dalam kondisi seperti ini menjadi niscaya, dan kita hindari segala sesuatu yang bersifat rivalitas dalam situasi krisis kesehatan masyarakat dan bencana non alam saat ini, katanya menambahkan.
Ketika Waspada meminta tanggapannya, apakah ada kaitan antara pembatalan MoU dengan masalah politik suksesi pada Pilgub (pemilihan gubernur), Nova mengatakan tidak tahu-menahu tentang hal tersebut.
“Wah, kita tidak mengerti hal itu. Bagi kita tidak relevan mengaitkan MYC itu dengan politik Pilgub atau suksesi di Aceh,” tegas Nova yang menyandang gelar magister teknik (MT) tersebut.
Memperlancar Konektifitas
Kata Nova, Pilgub Aceh masih jauh sekali dan tidak perlu menghabiskan energi untuk rivalitas yang tidak perlu. “Kita justeru sedang dan terus menggalang sumber daya dari semua stakeholder untuk sama-sama mendorong percepatan pemerataan pembangunan dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Salah satu strateginya melalui peningkatan konektifitas antar wilayah di seluruh Aceh,” lanjutnya.
Nova menyampaikan beberapa contoh pembangunan pada proyek multiyears, antara lain peningkatan jalan Sinabang-Sibigo-Lewak-Nasreuhe, yang merupakan bagian dari jalan lingkar Pulau Simeulu. Jalan ini akan memperlancar konektivitas di seluruh Pulau Simeulue.
Kemudian peningkatan jalan Babah Rot-Trangon-Gayo Lues-Pining-Lokop-Peurlak yang nantinya akan mengurangi disparitas antara wilayah di pantai Barat Aceh, wilayah tengah Aceh, dan wilayah pantai Timur Aceh.
Selanjutnya jalan Jantho-Lamno, bila sudah tembus akan menghidupkan Kota Jantho sekaligus memangkas jarak antara Kabupaten Aceh Jaya dengan kota-kota di wilayah pantai Timur Aceh, karena tak perlu lagi melewati Banda Aceh.
Selain itu, peningkatan jalan Trumon -Batas Singkil yang mempersingkat jarak tempuh Aceh Selatan ke Singkil dan Bulohseuma terbebaskan dari keterisolirannya pada tahun 2022.
Pembangunan 12 ruas jalan tersebut kian terasa penting dan mendesak ketika pandemi COVID-19, yang disebabkan virus Corona, mewabah di Aceh. Pandemi ini memang krisis kesehatan masyarakat, namun memiliki dampak sosial ekonomi masyarakat sangat masif.
Pada satu sisi ada banyak orang kehilangan mata pencahariannya, dan pada sisi yang lain terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat.
Dampak sosial ekonomi ini sangat dirasakan masyarakat di kawasan pesisir yang infrastruktur transportasi nya sudah relatif sangat baik. Konon lagi bagi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dan kepulauan itu.
Kata Nova, COVID-19 menghadapkan Pemerintah Aceh dan seluruh masyarakat pada dua tantangan berat sekaligus. Pertama, harus memutus rantai penularan virus Corona yang mengancam jiwa masyarakat, memfasilitasi isolasi yang terinfeksi, dan perawatan rumah sakit bagi yang mengalami gejala berat. Kedua, harus bekerja lebih keras lagi menjaga ketersediaan dan stabilitas harga bahan kebutuhan pokok masyarakat.
“Bahkan kita harus mempercepat kemandirian pangan karena pandemi COVID-19 belum dapat diprediksikan berakhir. Kemandirian pangan merupakan modal pertahanan utama apabila suatu wilayah terpaksa ditutup untuk melokalisir menyebaran wabah COVID-19,” tegas Nova.
“Dua belas ruas jalan MYC harus terus kita pacu progres pembangunanya karena akan merangsang produksi pertanian dan bahan pangan di jalur-jalur jalan konektifitas antar wilayah tersebut. Apalagi di masa pandemic COVID-19 saat ini, mari sama-sama bersinergi untuk menyelamatkan 5,3 juta jiwa masyarakat Aceh. Sebab COVID-19 tidak hanya mengancam kesehatan, tapi juga mengancam ekonomi dan ketahanan pangan. Mari sama-sama kita mencegahnya,” tambahnya.
Mewujudkan Mimpi
Nova menambahkan, melanjutkan pembangunan 12 ruas jalan tersebut dengan mekanisme MYC merupakan upaya mewujudkan mimpi yang telah dimulai sejak tahun 2002, yang dikenal dengan Ladia Galaska. Ladia Galaska akronim dari Lautan Hindia–Gayo–Alas–Selat Malaka.
Bila pembangunan 12 ruas jalan itu selesai pada tahun 2022 mendatang, seluruh Aceh sudah saling terkoneksi. Lalu-lintas orang dan barang akan sangat lancar di seluruh Aceh. Jalur transportasi orang mau pun barang akan lebih pendek, sehingga lebih efisien dari sisi biayanya dan ringkas pula waktu tempuhnya.
Masyarakat akan diuntungkan karena harga barang kebutuhan pokok masyarakat akan relatif sama di seluruh Aceh. Pertukaran barang antar kawasan akan lancar. Produk nelayan di pesisir sangat dibutuhkan masyarakat di dataran tinggi Gayo dan Alas, begitu juga sebaliknya.
Pertukaran barang-barang produksi tersebut akan meningkatkan pendapatan masyarakat di pantai timur-utara, tengah, pedalaman, dan pantai barat-selatan, Aceh.
Kemudian, interaksi sosial masyarakat antar kawasan menjadi lebih baik. Hal ini akan meningkatkan budaya silaturahmi, pertukaran budaya, dan persaudaraan masyarakat dengan pelbagai etnis yang ada di Aceh.
Lantas seberapa besar pengaruhnya untuk mengangkat tingkat ekonomi masyarakat di Provinsi Aceh terkait proyek ini? Nova mengatakan, pengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat merupakan dampak positif dari kelancaran dan efisiensi ongkos transportasi barang maupun orang antar kawasan itu. Tingkat signifikasinya dapat dihitung secara statistik setelah jalan tersebut selesai dibangun dan fungsional.
Tetapi, secara teoritis, infrastruktur jalan dipercaya sebagai infrastruktur ekonomi yang vital dan sangat strategis. Ahli-ahli ekonomi pembangunan, baik dari aliran klasik maupun aliran kontemporer belum ada yang menyangkalnya. Karena itu semua negara dan daerah di tanah air memilih infrastruktur jalan sebagai prioritas penting dalam pembangunannya.
Infrastruktur jalan akan menghubungkan dan memperlancar mobilitas sosial dan ekonomi antar kabupaten/kota dua pesisir Aceh, Timur-Utara dan Barat-Selatan. Ruas jalan MYC itu menghubungkan kawasan produksi di daerah tengah dengan kawasan industri di daerah pesisir.
“Ini akan mengurangi ketimpangan ekonomi. Secara mikro, perbaikan konektivitas dengan adanya ruas jalan tersebut sangat membantu pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pelaku UMKM akan lebih efisien dalam memasarkan komoditas produknya melalui ongkos transportasi yang lebih rendah, sehingga margin keuntungan yang diperoleh lebih besar.
Pembangunan jalan tol Banda Aceh – Sumatera Utara juga bagian dari upaya mendorong pertumbuhan ekonomi antar kawasan. Kelancaran arus barang mau pun arus orang dari dan ke Aceh dalam waktu yang singkat memiliki dampak positif bagi kegiatan ekonomi, karena lebih efisiensi, efektifitas, dan lebih produktif.
Jalur Ladia Galaska Bukan Rintisan
Terkait ada tuduhan dari Walhi bahwa proyek multiyears ini akan memberi dampak bagi kerusakan hutan di Aceh, Plt Gubernur menyebutkan, pembangunan 12 ruas jalan dengan mekanisme MYC ini bukan kegiatan rintisan.
“Jalur Ladia Galaska sudah dimulai sejak tahun 2002, dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Kajian dampak lingkungan sudah dilakukan, sesuai ketentuan perundang-undangan tentang prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di Aceh,” tambah Nova.
Sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai wahana lingkungan hidup, Walhi pernah mengajukan gugatan hukum terhadap proyek Ladia Galaska itu, mulai dari tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, tingkat kasasi, hingga Peninjaun Kembali (PK).
“Kekhawatiran teman-teman di Walhi tidak terbukti. Dokumen-dokumen keputusan pengadilan hingga kasasi dan upaya peninjauan kembali kasus Ladia Galaska itu masih terdokumentasi dengan baik,” tegas Nova.
Bila DPRA dan Walhi mengambil langkah-langkah politik dan hukum, tindakan apa yang telah direncanakan oleh Pemerintah Aceh? Secara khusus tidak ada, lanjut Nova.
Karena, terkait dengan 12 ruas jalan dengan mekanisme MYC–yang dulu disebut Ladia Galaska itu—telah melalui mekanisme yang benar, sesuai ketentuan perundang-undangan. Mulai proses perencanaan hingga pelaksanaannya saat ini.
Pembangunan jalan tersebut, seperti kami sampaikan sebelumnya, merupakan upaya menunaikan tugas dan kewajiban Pemerintah Aceh yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2017-2022.
Jalan Jantho-Aceh Jaya, jalan Simpang Tinga Redelog-Pondok Baru-Samar Kilang, jalan Trumon-batas Aceh Singkil, dan ruas-ruas jalan lainnya, merupakan kewenangan provinsi, yang ditargetkan kondisinya mantap 98,65% pada akhir tahun 2022. (Bagian I)
Laporan Terkait: Proyek Multiyears, Tarik Ulur Antara Keinginan Rakyat dan Politik (Bag II)