Selasa, November 4, 2025
spot_img
BerandaAcehPotensi Zakat Aceh Capai Rp3,1 Triliun, Setara 1 Persen Dana Otsus

Potensi Zakat Aceh Capai Rp3,1 Triliun, Setara 1 Persen Dana Otsus

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Potensi zakat di Provinsi Aceh diperkirakan mencapai Rp3,1 triliun per tahun atau setara dengan satu persen dari total dana Otonomi Khusus (Otsus). Namun, realisasi pengumpulan zakat masih jauh di bawah potensi tersebut.

Komisioner Baitul Mal Aceh, Muhammad Ikhsan, mengatakan dari total potensi tersebut, zakat yang berhasil dihimpun oleh Baitul Mal Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Aceh baru sekitar Rp330 miliar atau 12 persen.

“Jadi masih ada 88 persen potensi yang belum tergarap. Mudah-mudahan dengan kerjasama kita dengan media siber ini, bisa meningkatkan pendapatan kita,” ujarnya dalam Sosialisasi Potensi dan Kewajiban Zakat untuk Kalangan Media yang digelar bersama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Aceh di Kupi Nanggroe, Banda Aceh, Selasa (4/11/2025).

Ikhsan menjelaskan, sampai saat ini zakat dari Aparatur Sipil Negara (ASN) masih menjadi sumber utama penerimaan zakat di Aceh.

“Dari ASN saja, setiap bulan masuk sekitar Rp3 miliar tanpa kita perlu melakukan upaya khusus,” sebutnya.

Namun itu saja belum cukup, karena itu Baitul Mal juga berupaya meningkatkan zakat dari sektor non-ASN dan perusahaan. Potensi terbesar, kata dia, justru berasal dari sektor perusahaan.

“Potensi zakat terbesar justru ada di sektor perusahaan. Sekarang kita mulai dari perusahaan daerah seperti Bank Aceh, PT PEMA dan BSI. BSI sudah mulai menyalurkan zakatnya ke kita setelah dua tahun kita dorong,” jelasnya.

Meski potensi besar dan penghimpunan berjalan lancar, Ikhsan mengakui Baitul Mal masih menghadapi kendala di sisi penyaluran dana. Ia menjelaskan, tantangan utama Baitul Mal saat ini adalah proses penyaluran zakat yang masih lamban akibat mengikuti mekanisme keuangan daerah.

“Uangnya masuk lancar, tapi keluarnya yang serat. Kadang bantuan baru bisa disalurkan setelah penerimanya meninggal. Ini yang paling miris,” katanya.

Karena harus melewati proses administrasi seperti SPN (Surat Penyediaan Dana) dan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana). Menurutnya, kondisi tersebut terjadi karena regulasi belum sepenuhnya selaras antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Selama ini banyak yang memahami Baitul Mal hanya dari perspektif otonomi daerah, padahal lembaga ini merupakan bagian dari keistimewaan Aceh,” tambahnya.

Untuk mengatasi hal itu, Baitul Mal tengah mengaji penerapan sistem mirip BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) agar dana dapat dikelola lebih fleksibel dan cepat.

“Kalau bisa seperti BLUD, anggaran sudah berada di tempat kita dan hanya dilaporkan ke pemerintah daerah. Dengan begitu, penyaluran bisa lebih cepat,” tambah Ikhsan.

Ia menegaskan, ke depan pengelolaan zakat perlu dilakukan secara profesional.

“Baitul Mal ini bukan lembaga sembarangan. Ini lembaga keuangan sosial Islam (Islamic Social Finance) yang harus dikelola secara amanah dan profesional agar zakat benar-benar sampai kepada asnaf yang berhak,” tutupnya.

Sebagaimana diketahui, diskusi tersebut dibuka oleh Ketua SMSI Aceh, Aldin NL, dan diikuti oleh para anggota serta pemilik media yang tergabung dalam SMSI Aceh. Sedangkan, diskusi dipandu oleh Sekretaris SMSI Aceh, Muhajir Juli, dan turut menghadirkan narasumber Guru Besar Filsafat Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Syamsul Rijal. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER